Selasa, 08 Maret 2011

Skripsi Mind Map


PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJ`AR SISWA DENGAN
PENGGUNAAN STRATEGI BELAJAR MIND MAP (PETA
PIKIRAN) PADA SISWA KELAS VII SEMESTER
 II SMP SWASTA TAMAN PENDIDIKAN
 ISLAM MEDAN T.P. 2009/2010



Oleh:
Alfi Sapitri
NIM 061244410010
Program Studi Pendidikan Biologi


FMIPA


SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan

                       


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2010

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
            Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Dalam hal ini, peranan guru bukan semata-mata memberikan informasi, melainkan juga mengarahkan dan memberi fasilitas belajar agar proses belajar lebih memadai (fasilisator). Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran (Syamsudin, 2007).
            Namun, pada praktik pembelajaran peserta didik mengalami kesulitan pada pembelajaran seperti kesulitan dalam memusatkan perhatian atau mengingat, yang berujung pada rendahnya hasil pembelajaran. Sebab untuk mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengarnya, melihatnya, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahas dengan orang lain. Bukan cuma itu, siswa perlu mengerjakannnya yakni menggambarkan sesuatu degan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba memperaktekkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah mereka dapat (Silberman, 2009).
             Berdasarkan hasil observasi penulis terhadap siswa SMP SwastaTaman Pendidikan Islam Medan diperoleh informasi bahwa  masih banyak siswa yang terlihat kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran, sebagian siswa sulit menghapalkan konsep-konsep biologi sehingga siswa sulit memahami materi biologi tertentu. Hal ini disebabkan kurangnya daya serap siswa dan aktivitas membaca yang rendah. Ini juga diperburuk adanya beberapa siswa yang tidak mencatat materi pelajaran atau setelah mencatat tidak membuka atau jarang membaca catatannya kembali. Hal ini juga didasari  masih adanya kebiasaan siswa mencatat dengan memindahkan atau mengcopy catatan  yang ada kedalam buku mereka dan juga sistem berpikir siswa yang belum teratur. Gejala inilah dikatakan siswa pasif. Karena belajar dengan menghapalkan kalimat lengkap tidak akan efektif, disamping bahasa yang digunakan menggunakan gaya bahasa penulis. Sehingga pada pertemuan berikutnya, disaat guru memberikan pertanyaan kepada siswa, ada yang terlihat kebingungan, dan ada juga yang belum mampu menjawab, bahkan ada  yang memberi jawaban yang kurang relevan dengan pertanyaan yang diajukan guru.
 Analisis akar masalah dilakukan untuk memecahkan fenomena masalah di atas dan diperoleh informasi dari hasil wawancara peneliti dengan Guru Biologi dan penyebaran angket observasi terhadap catatan pelajaran siswa SMP  Swasta Taman Pendidikan Islam Medan, masalah yang cukup penting adalah pada umumnya siswa kurang dapat memahami materi, karena siswa tidak memiliki keterampilan belajar dan catatan yang siswa buat monoton ini diperkuat dengan beberapa pertanyaan yang mengkatagorikan catatan siswa monoton. Dan hasil yang diperoleh dari penyebaran angket untuk katagori catatan siswa monoton sebesar 82,14% atau 23 orang anak yang memilih. Sedangkan untuk katagori catatan siswa tidak monoton sebesar 16,67% atau 5 orang anak yang memilih.
Kondisi yang cenderung sama juga dialami penulis selama melakukan PPLT di SMA Negeri 5 Binjai pada tahun 2009. Ketika digunakan metode tanya jawab hanya sebagian siswa yang mampu dan mau bertanya dan menjawab, demikian juga pada saat pemberian tugas masih banyak dijumpai siswa yang apabila ditanya kembali secara lisan, siswa sudah tidak dapat mengungkapkan kembali jawaban yang ditulisnya. Keadaan ini menunjukkan pemahaman materi yang rendah dikalangan siswa. Menurut Silbermen (2009), dikatakan belajar aktif apabila siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas dengan menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari.
Menurut Yovan dalam Astutiamin (2009), pembelajaran melibatkan pemikiran yang bekerja secara asosiatif, sehingga dalam setiap pembelajaran terjadi penghubungan antara satu informasi dengan informasi yang lain. Pembelajaran sangat erat kaitannya dengan penggunaan otak sebagai pusat aktivitas mental mulai dari pengambilan, pemrosesan, hingga penyimpulan informasi. Untuk mengoptimalkan hasil pembelajaran, maka proses pembelajaran harus menggunakan pendekatan keseluruhan otak. Fakta yang harus disadari juga, bahwa dunia pembelajaran bagi anak saat ini dibanjiri dengan informasi yang up to date setiap saat. Ketida mampuan memproses informasi secara optimal ditengah arus informasi menyebabkan banyak individu yang mengalami hambatan dalam belajar ataupun bekerja. Hambatan pemrosesan informasi terletak pada dua hal utama, yaitu proses pencatatan dan proses penyajian kembali. Keduanya merupakan proses yang saling berhubungan satu sama lain.
            Pada pembelajaran konvensional dimana kegiatan pembelajaran yang memusatkan kegiatan belajar pada guru. Siswa hanya duduk, mendengarkan dan menerima informasi. Cara penerimaan informasi akan kurang efektif karena tidak adanya proses penguatan daya ingat, walaupun ada proses penguatan yang berupa pembuatan catatan, siswa membuat catatan dalam bentuk catatan yang monoton dan linear. Sebenarnya, siswa dapat menuangkan pikiran dengan caranya masing-masing. Namun mereka terjebak dalam model menuangkan pikiran yang kurang efektif seperti model dikte dan mencatat semua yang didiktekan pendidik, mendengar ceramah dan mengingat isinya, menghapal kata-kata penting dan artinya. Hal ini terjadi dalam proses belajar dan mengajar sehingga kreativitas tidak muncul. Masalah-masalah  lain muncul ketika anak berusaha mengingat kembali apa yang sudah didapatkan, dipelajari, direkam, dicatat atau yang dahulu pernah diingat. Beberapa anak mengalami kesulitan berkonsentrasi, atau ketika mengerjakan tugas. Ini terjadi dikarenakan catatan ataupun ingatannya belum teratur. Untuk itu dibutuhkan suatu alat untuk membantu otak berpikir secara teratur (Rostikawati, 2008).
              Atas dasar masalah yang dikemukakan di atas diperlukan inovasi pembelajaran berbeda yaitu dengan peta pikiran atau mind map. Untuk mengatasi kesulitan belajar yang dihadapi siswa. Disini siswa tidak perlu fokus untuk mencatat tulisan yang ada dipapan tulis secara keseluruhan, siswa hanya mengetahui inti masalah, kemudian membuat peta pikirannya masing-masing dengan kreativitasnya sendiri. Konsep mind mapping  asal mulanya diperkenalkan oleh Tony Buzan tahun 1970-an. Teknik ini dikenal juga dengan nama Radiant Thinking. Mind mapping  adalah suatu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual yang menggunakan kata-kata, warna, garis, dan gambar dengan memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang memudahkan seseorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal sehingga memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima. Karena otak kita berpikir dalam bentuk warna dan gambar. Peta ini dapat membangkitkan ide-ide orisinil dan memicu ingatan dengan mudah (Buzan, 2007). Teknik mind map mengajak siswa untuk menggali potensi diri untuk menjadi pembelajar dalam kehidupan. Dan juga melatih peserata didik untuk rajin membaca dengan berbagi macam buku bacaan, disamping itu mind map juga mengajarkan bagaimana meringkas buku menjadi satu lembar kertas.
           Peta pikiran ini pernah diteliti oleh Wibowo (2006), hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan hasil beljar siswa pada materi pokok thermodinamika setelah dilakukan pembelajaran peta pikiran. Hal ini dapat dilihat dari persentase rata-rata perolehan nilai pada saat pretest sebesar 37% menjadi 64,85% pada saat postes I (sesudah siklus I dilaksanakan) da meningkat menjadi 85,42% pada saat postes II (sesudah siklus II dilaksanakan). Hal ini mengalami peningkata persentase perolehan nilai sebesar 48,42%. Begitu juga hasil observasi aktivitas siswa, pada siklus I rata-rata skor aktivitas mecapai 82,79% atau dikatakan dalam katagori baikdan pada siklus II diperoleh rata-rata skor dalam pembelajaran menerapkan peta pikiran meningkat menjadi 91,50% yang termasuk katagori sangat baik dan menunjukkan siswa semaki aktif dalam mengikuti pelajaran. Dan penelitian ini diteliti oleh Haloho (2009), hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pada siklus I diperoleh rata-rata nilai 66 dengan persentase 62,5% sedangkan di siklus II diperoleh nilai rata-rata 77 dengan persentase 87,5% meningkat sebesar 25% dari siklus I. hasil penilaian peta pikiran di siklus I menunjukkan persentase nilai 52,40% dengan katagori cukup, sedangkan pada siklus II menunjukan  persentase nilai 77,62% dengan katagori baik. Pada siklus II meningkat sebesar 23,32% dari siklus I.
            Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik melakukan penelitian ini kembali tentang penerapan strategi belajar mind map sebagai suatu strategi belajar biologi, sehingga didapat hasil penelitian pada siklus I diperoleh persentase seluruh aktivitas sebesar 51,79% sedangkan di siklus II diperoleh persentase seluruh aktivitas sebesar 72,07% meningkat sebesar 20,28%. Hasil penilaian Mind Map di siklus I menunjukkan persentase nilai 69,3% atau cukup. Sedangkan di Siklus II menunjukkan persentase nilai 80,3% atau baik meningkat sebesar 11% dari siklus I. Respon siswa terhadap pembelajaran dengan strategi belajar mind map sangat positif.

1.2.      Identifikasi Masalah
      Adapun identifikasi masalah dalam peneitian ini adalah :
  1. Bentuk catatan yang siswa buat monoton sehingga kurangnya daya tarik siswa untuk membaca ulang catatan. 
  2.   Siswa sulit mengingat mata pelajaran yang telah diberikan oleh guru
  3. Teknik pembelajaran yang dilakukan guru kurang bervariasi
  4. Guru belum menerapkan strategi belajar mind map kepada siswa.
1.3.Batasan Masalah
Dalam penelitian ini masalah yang diteliti dibatasi pada:
  1. Subjek penelitian dibatasi pada siswa kelas VII SMP Swasta Taman Pendidikan Islam Medan Tahun Pembelajaran 2009/2010.
  2. Parameter penelitian yang diamati dibatasi pada: aktivitas siswa selama pembelajaran, hasil kemampuan psikomotor siswa dalam membuat mind map yang didapat setelah kegiatan pembelajaran, dan respon siswa terhadap kegiatan belajar mind map.
 
1.4.Rumusan Masalah
             Sesuai dengan masalah yang sudah dibatasi, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dikaji adalah:
  1.   Apakah penggunaan strategi belajar mind map dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VII SMP Swasta Taman Pendidikan Islam Medan Tahun Pembelajaran 2009/2010? 
  2.  Apakah ada peningkatan hasil psikomotor siswa dalam membuat mind map yang didapat setelah kegiatan pembelajaran?
  3. Bagaimanakah respon siswa terhadap kegiatan belajar mind map yang diterapkan?

1.5.Tujuan Penelitian
            Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui penggunaan strategi belajar mind map dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VII SMP Swasta Taman Pendidikan Islam Medan Tahun Pembelajaran 2009/2010.
2.  Mengetahui peningkatan hasil psikomotor siswa dalam membuat mind map yang didapat setelah kegiatan pembelajaran.
3.  Mengetahui respon siswa terhadap kegiatan belajar mind map yang diterapkan.

1.6.Manfaat Penelitian
            Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian adalah:
  1. Bagi siswa: Sebagai pendukung belajar agar siswa bersemangat dalam belajar sehingga aktivitas belajar meningkat.
  2.    Bagi Guru Biologi: Sebagai alat memecahkan masalah yang ditemukan di kelas sehingga dapat merencanakan dan melakukan inovasi dalam mengatasi berbagai permasalahan pembelajaran yang dihadapi.
  3.  Bagi Penulis: Sebagai pengalaman dalam menerapkan strategi  belajar mind map sehingga menjadi awal dari inovasi pembelajaran yang kelak akan diaplikasikan pada pembelajaran di kelas.
1.7.Definsi Operasioal
         Belajar merupakan kegiatan yang dimulai siswa dalam melakukan kegiatan yang bertujuan untuk memahami materi yang disajikan baik dengan cara melihat ataupun mendengar.
         Aktivitas belajar merupakan kegiatan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung, baik bersifat positif maupun bersifat negatif. Kecenderungan peningkatan aktivitas belajar siswa pada penelitian ini diharapkan aktivitas yang bersifat positif. Maka aktivitas belajar siswa diukur secara individu untuk mengetahui tingkat kemajuan dan keaktifan belajar siswa selama dikelas.    
         Teknik peta pikiran (mind map) adalah bentuk istimewa pencatatan dan perencanaan yang bekerja selaras dengan otak untuk memudahkan dalam mengingat.
          



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.  Kerangka Teoritis
2.1.1. Teori-Teori Pendukung Strategi Pembelajaran Mind Map
2.1.1.1. Teori Belajar Kognitif
Dukungan untuk strategi-strategi belajar terutama datang dari teori-teori pembelajaran kognitif menekankan pada “proses” belajar dengan berpikir yang sangat kompleks melalui proses interaksi dengan lingkungannya. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky dan teori-teori pemrosesan informasi. Ide pokok teori ini adalah siswa secara aktif mem­bangun pengetahuan mereka sendiri. Sehingga siswa diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar sedangkan guru membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi (Riyanto, 2009).
  1. Teori Piaget
             Piaget menyatakan, bahwa anak membangun sendiri sekemanya serta membangun konsep-konsep melalui pengalaman-pengalamannya. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Teori ini berpendapat bahwa guru berperan sebagai fasilitator bukan sekedar pemberi informasi. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
a.             Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.
b.            Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c.             Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d.            Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e.             Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya (Syamsudin, 2007).
b. Teori Vygotsky
Vygotsky berpendapat seperti Piaget, bahwa siswa membentuk pengetahuan yaitu apa yang diketahui siswa bukanlah copy apa yang mereka temukan didalam lingkungan, tetapi sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa. Menurut teori Vygotsky siswa perlu belajar dan bekerja secara berkelompok sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan diperlukan bantuan guru terhadap siswa dalam kegiatan pembelajaran (Syamsudin, 2007).
            Ini didukung juga oleh karya Vygotsky dari dua sumber teoritiknya, yaitu karya Vygotsky, yang menekankan tiga ide utama: bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit serta mengkaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang telah mereka ketahui; bahwa interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual, dan peran utama guru adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator pembelajaran siswa.
            Pandangan Vygotsky dan ahli psikologi kognitif dalam memahami penggunaan strategi-strategi belajar adalah penting dengan tiga alasan yaitu: (a) pengetahuan awal berperan dalam proses belajar, (b) memahami apa pengetahuan itu dan perbedaan di antara berbagai jenis pengetahuan, dan (c) membantu menjelaskan bagaimana pengetahuan diperoleh oleh manusia dan diproses di dalam sistem memori otak. Sumbangan psikologi kognitif berakar dari teori-teori yang menjelaskan bagaimana otak bekerja dan bagaimana individu memperoleh dan memproses informasi (Nur, 2000).

c. Teori David Ausubel
 Teori kognitif lainnya yaitu David P. Ausubel mengemukakan bahwa belajar dengan hafalan berbeda dengan belajar bermakna. Menghafal sebenarnya mendapatkan informasi yang diperoleh tersebut ke dalam struktur kognitif belajar. Hafalan adalah suatu proses belajar yang dilakukan dengan mengingat kata demi kata. Sedangkan belajar bermakna merupakan rangkaian proses belajar yang memberikan hasil bermakna. Belajar dikatakan bermakna jika informasi yang dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif siswa, sehingga siswa dapat mengkaitkan pengetahuan baru tersebut dengan struktur kognitifnya (Riyanto, 2009).
            Menurut Ausubel, siswa akan belajar denga baik jika apa yang disebut “pengatur kemajuan (belajar)” advance organizers didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa untuk mengkaitkan bahan-bahan pembelajaran baru dengan pengetahuan awal (Riyanto, 2009). Pengorganisasian awal, menurut Ausubel, menggarisbawahi ide-ide utama dalam suatu situasi pembelajaran yang baru dan mengkaitkan ide-ide baru tersebut dengan pengetahuan yang telah ada pada pembelajaran. Pengorganisasian awal dibuat dalam berbagai macam bentuk. Organisasi awal dapat berupa penjelasan verbal, kutipan dari suatu buku, gambar atau diagram. Pengorganisasian awal juga dapat digunakan untuk memperkenalkan siswa pada uraian-uraian pada buku teks. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mencakup semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa (Ahmadi, 2004).

Tabel 2.1. Strategi Kognitif yang Mendukung Tahap-tahap Pemrosesan
No.
Proses Pembelajaran
Strategi-strategi yang Mendukung
1.
Persepsi Selektif (Selective Perception)
Menjelaskan kata-kata penting (highlighting)
Menggarisbawahi (underlining)
Pemandu Awal (advance organizer)
Pertanyaan-pertanyaan tambahan (adjunct questions)
Membuat garis-garis besar (outlining)
2.
Menghafal (rehearsal)
Menjelaskan dengan kata-kata sendiri (paraphrasing)
Membuat catatan (note taking)
Membuat gambaran (imagery)
Membuat garis-garis besar (Outlining)
Mengelompokkan ( chunking)
3.
Pengkodean informasi (semantic encoding)
Peta-peta konsep (concept maps)
Taksonomi-taksonomi (taxonomies)
Analogi-analogi (analogies)
Aturan-aturan (rules/productions)
Skema-skema (schemas)
4.
Pemanggilan Kembali (retrieval)
Menghafal (mneumonics)
Membuat gambaran (imagery)
5.
Kontrol Eksekutif (executive control)
Strategi-strategi metakognitif (metakognitive strategies)
Sumber: Gagne dalam Muis (2005)

2.1.2. Strategi-Strategi Belajar
            Strategi-strategi belajar mengacu pada prilaku dan proses-proses berpikir yang digunakan oleh siswa untuk mempengaruhi apa yang dipelajari, termasuk proses memori dan metakognitif. Metakognitif bisa diterjemahkan secara bebas sebagai kesadaran berpikir, berpikir tentang apa yang dipikirkan dan bagaimana proses berpikirnya, yaitu aktivitas individu untuk memikirkan kembali apa yang telah terpikir serta berpikir dampak sebagai akibat dari buah pikiran terdahulu. Sharples & Mathew (1998) mengemukakan pendapat bahwa metakognitif dapat dimanfaatkan untuk menerapkan pola pikir pada situasi lain yang dihadapi. Metakognitif bisa digolongkan pada kemampuan kognitif tinggi karena memuat unsur analisis, sintesis, dan evaluasi sebagai cikal bakal tumbuh kembangnya kemampuan inkuiri dan kreativitas. Oleh karena itu pelaksanaan pembelajaran semestinya membiasakan siswa untuk melatih kemampuan metakognitif ini, tidak hanya berpikir sepintas dengan makna yang dangkal (Suherman, 2008).
  Istilah strategi pada mulanya digunakan dalam dunia kemiliteran. Strategi berasal dari bahasa Yunani Strategos yang berarti jenderal atau panglima, sehingga strategi diartikan sebagai ilmu kepanglimaan. Strategi dalam pengertian kemiliteran ini berarti cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk mencapai tujuan perang. Pengertian strategi tersebut kemudian diterapkan dalam dunia pendidikan. Menurut ensiklopedia pendidikan, strategi adalah ”the art of bringing forces to the batle field in favourable position”. Dalam pengertian ini strategi adalah salah satu seni membawa pasukan ke dalam medan tempur dalam posisi yang paling menguntungkan. Dalam perkembangan selanjutnya strategi tidak lagi hanya seni, tetapi sudah merupakan ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari. Dengan demikian istilah strategi yang diterapkan dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan belajar mengajar adalah suatu seni dan ilmu untuk membawakan pengajaran di kelas dapat dicapai secara efektif dan efisien (Sanjaya, 2008).
               Strategi pembelajaran menurut Dick and Carey mengatakan strategi pembelajran adalah semua komponen materi pengajaran dan prosedur yang digunakan untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan pengajaran yang tidak hanya terbatas pada prosedur kegitan melainkan termasuk seuruh komponen materi atau paket pengajaran atau pola pengajaran itu sendiri  (Riyanto, 2009).
               Berdasarkan paparan di atas, maka strategi belajar merupakan suatu teknik yang harus dimiliki dan diterapkan oleh pendidik dan anak didik dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran di kelas yang terdiri dari beberapa metode belajar dan biasanya disesuaikan dengan materi ajar tertentu agar berhasil dalam mencapai tujuan pembelajaran.

2.1.3. Strategi Pembelajaran Aktif (Active learning Strategy)
            Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Disamping itu pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa atau anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
             Beberapa penelitian membuktikan bahwa perhatian anak didik berkurang bersamaan dengan berlalunya waktu. Penelitian Pollio (1984) menunjukkan bahwa siswa dalam ruang kelas hanya memperhatikan pelajaran sekitar 40% dari waktu pembelajaran yang tersedia. Sementara penelitian Mc Keachie (1986) menyebutkan bahwa dalam sepuluh menit pertama perhatian siswa dapat mencapai 70%, dan berkurang sampai menjadi 20% pada waktu 20 menit terakhir. Kondisi tersebut di atas merupakan kondisi umum yang sering terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan kita, terutama disebabkan anak didik di ruang kelas lebih banyak menggunakan indera pendengarannya dibandingkan visual, sehingga apa yang dipelajari di kelas tersebut cenderung untuk dilupakan. Sebagaimana yang diungkapkan Confucius: apa yang saya dengar, saya lupa apa yang saya lihat, saya ingat. Apa yang saya lakukan, saya paham. Ketiga pernyataan ini menekankan pada pentingnya belajar aktif agar apa yang dipelajari di bangku sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia. Ungkapan di atas sekaligus menjawab permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu tidak tuntasnya penguasaan anak didik terhadap materi pembelajaran. Silberman (2009), memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius di atas menjadi apa yang disebutnya dengan belajar aktif (active learning), yaitu:  apa yang saya dengar, saya lupa, apa yang saya dengar, dan lihat, saya ingat sedikit, apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman lain, saya mulai paham, apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan, dan keterampilan, apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai. Ada beberapa alasan yang dikemukakan mengenai penyebab mengapa kebanyakan orang cenderung melupakan apa yang mereka dengar. Salah satu jawaban yang menarik adalah karena adanya perbedaan antara kecepatan bicara guru dengan tingkat kemampuan siswa mendengarkan apa yang disampaikan guru. Kebanyakan guru berbicara sekitar 100-200 kata per menit, sementara anak didik hanya mampu mendengarkan 50-100 kata per menitnya (setengah dari apa yang dikemukakan guru), karena siswa mendengarkan pembicaraan guru sambil berpikir. Kerja otak manusia tidak sama dengan tape recorder yang mampu merekam suara sebanyak apa yang diucapkan dengan waktu yang sama dengan waktu pengucapan. Otak manusia selalu mempertanyakan setiap informasi yang masuk ke dalamnya, dan otak juga memproses setiap informasi yang ia terima, sehingga perhatian tidak dapat tertuju pada stimulus secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan tidak semua yang dipelajari dapat diingat dengan baik. Penambahan visual pada proses pembelajaran dapat menaikkan ingatan sampai 71% dari ingatan semula. Dengan penambahan visual di samping auditori dalam pembelajaran kesan yang masuk dalam diri anak didik semakin kuat sehingga dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan hanya menggunakan audio (pendengaran) saja. Hal ini disebabkan karena fungsi sensasi perhatian yang dimiliki siswa saling menguatkan, apa yang didengar dikuatkan oleh penglihatan (visual), dan apa yang dilihat dikuatkan oleh audio (pendengaran). Dalam arti kata pada pembelajaran seperti ini sudah diikuti oleh reinforcement yang sangat membantu bagi pemahaman anak didik terhadap           materi pembelajaran.
            Penelitian mutakhir tentang otak menyebutkan bahwa belahan kanan korteks otak manusia bekerja 10.000 kali lebih cepat dari belahan kiri otak sadar. Pemakaian bahasa membuat orang berpikir dengan kecepatan kata. Otak limbik (bagian otak yang lebih dalam) bekerja 10.000 kali lebih cepat dari korteks otak kanan, serta mengatur dan mengarahkan seluruh proses otak kanan. Oleh karena itu sebagian proses mental jauh lebih cepat dibanding pengalaman atau pemikiran sadar seseorang (Win Wenger, 2003:12-13). Strategi pembelajaran konvensional pada umumnya lebih banyak menggunakan belahan otak kiri (otak sadar) saja, sementara belahan otak kanan kurang diperhatikan. Pada pembelajaran dengan Active learning (belajar aktif) pemberdayaan otak kiri dan kanan sangat dipentingkan. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus-stimulus kepada anak didik, agar terjadinya respons yang positif pada diri anak didik. Kesediaan dan kesiapan mereka dalam mengikuti proses demi proses dalam pembelajaran akan mampu menimbulkan respons yang baik terhadap stimulus yang mereka terima dalam proses pembelajaran. Respons akan menjadi kuat jika stimulusnya juga kuat. Ulangan-ulangan terhadap stimulus dapat memperlancar hubungan antara stimulus dan respons, sehingga respons yang ditimbulkan akan menjadi kuat. Hal ini akan memberi kesan yang kuat pula pada diri anak didik, sehingga mereka akan mampu mempertahankan respons tersebut dalam memorinya (ingatan). Hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lebih baik kalau dapat menghasilkan hal-hal yang menyenangkan. Efek menyenangkan yang ditimbulkan stimulus akan mampu memberi kesan yang mendalam pada diri anak didik, sehingga mereka cenderung akan mengulang aktivitas tersebut. Akibat dari hal ini adalah anak didik mampu mempertahan stimulus dalam memori mereka dalam waktu yang lama (longterm memory), sehingga mereka mampu merecall apa yang mereka peroleh dalam pembelajaran tanpa mengalami hambatan apapun (Silberman, 2009).
            Active learning (belajar aktif) pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respons anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan strategi active learning (belajar aktif) pada anak didik dapat membantu ingatan (memori) mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses. Hal ini kurang diperhatikan pada pembelajaran konvensional

2.1.4. Strategi Pembelajaran Peta Pikiran (Mind Mapping)
2.1.4.1 Belajar Berbasis pada Konsep Peta Pikiran (Mind Maping)
            Belajar berbasis pada konsep peta pikiran (mind mapping) merupakan cara belajar yang menggunakan konsep pembelajaran komprehensif Total-Mind Learning (TML). Pada konteks TML, pembelajaran mendapatkan arti yang lebih luas. Bahwasanya, di setiap saat dan di setiap tempat semua makhluk hidup di muka bumi belajar, karena belajar merupakan proses alamiah. Semua makhluk belajar menyikapi berbagai stimulus dari lingkungan sekitar untuk mempertahankan hidup.
         Dari tinjauan Psikologis, belajar merupakan aktivitas pemrosesan informasi, yang dapat diartikan sebagai proses pembentukan pengetahuan (proses kognitif). Menurut Peaget, setiap anak memiliki skema (scheme) yang merupakan konsep atau kerangka yang eksis di dalam pikiran individu yang dipakai untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan informasi. Sedangkan menurut Vygotsky, kemampuan kognitif dimediasi dengan kata, bahasa, dan bentuk diskursus, yang berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu dan mentransformasi aktivitas mental (Santrock dalam Astutiamin, 2009).
             Fakta yang harus disadari, bahwa dunia pembelajaran bagi anak saat ini dibanjiri dengan informasi yang up to date setiap saat. Ketidakmampuan memroses informasi secara optimal di tengah arus informasi menyebabkan banyak individu yang mengalami hambatan dalam belajar ataupun bekerja. Menurut Yovan dalam Astutiamin (2009), hambatan pemrosesan informasi terletak pada dua hal utama, yaitu proses pencatatan dan proses penyajian kembali. Keduanya merupakan proses yang saling berhubungan satu sama lain.
             Dalam hal pencatatan, seringkali individu tanpa disadari membuat catatan yang tidak efektif. Sebagian besar melakukan pencatatan secara linear, bahkan tidak sedikit pula yang membuat catatan dengan menyalin langsung seluruh informasi yang tersaji pada buku atau penjelasan lisan. Hal ini mengakibatkan hubungan antar ide/informasi menjadi sangat terbatas dan spesifik, sehingga berujung pada minimnya kreativitas yang dapat dikembangkan setelahnya. Selain itu, bentuk pencatatan seperti ini juga memunculkan kesulitan untu mengingat dan menggunakan seluruh informasi tersebut dalam belajar atau bekerja (Yovan dalam Astutiamin, 2009).
             Sedangkan dalam hal penyajian kembali informasi, kemampuan yang paling dibutuhkan adalah memanggil ulang (recalling) informasi yang telah dipelajari. Pemaggilan ulang merupakan kemampuan menyajikan secara tertulis atau lisan berbagai informasi dan hubungannya, dalam format yang sangat personal. Hal ini merupakan salah satu indikator pemahaman individu atas informasi yang diberikan. Dengan demikian, proses pemanggilan ulang sangat erat hubungannya dengan proses pengingatan atau remembering (Yovan dalam Astutiamin, 2009).
             Salah satu hal yang berperan dalam pengingatan adalah asosiasi yang kuat antarinformasi dengan interpretasi dari informasi tersebut. Kondisi ini, hanya bisa terjadi ketika informasi tersebut memiliki representasi mental di pikiran. Contohnya, jika seseorang ingin mengingat “mobil”, maka sebelumnya ia perlu merepresentasikan mobil dalam pikirannya, mungkin berupa gambar, merek, harga atau kecepatan. Hubungan tersebut perlu dipahami secara personal, sehingga setelahnya tercipta representasi mental yang lebih mudah diingat.
            Bentuk pencatatan yang dapat mengakomodir berbagai maksud di atas adalah dengan peta pikiran (mind map). Konsep mind mapping  asal mulanya diperkenalkan oleh Tony Buzan tahun 1970-an. Teknik ini dikenal juga dengan nama Radiant Thinking. Mind mapping  merupakan tehnik penyusunan catatan demi membantu siswa menggunakan seluruh potensi otak agar optimum. Caranya, menggabungkan kerja otak bagian kiri dan kanan. Dengan metode mind mapping  siswa dapat meningkatkan daya ingat hingga 78%.
            Dengan peta pikiran, individu dapat mengantisipasi derasnya laju informasi dengan memiliki kemampuan mencatat yang memungkinkan terciptanya “hasil cetak mental” (mental computer print out). Hal ini tidak hanya dapat membantu dalam mempelajari informasi yang diberikan, tapi juga dapat merefleksikan pemahaman personal yang mendalam atas informasi tersebut. Selain itu mind mapping  juga memungkinkan terjadinya asosiasi yang lebih lengkap pada informasi yang ingin dipelajari, baik asosiasi antar sesama informasi yang ingin dipelajari ataupun dengan informasi yang telah tersimpam sebelumnya diingatan (Yovan dalam Astutiamin, 2009).

display
Sumber: Astutiamin, 2009
Gambar 2.1 Mind Mapping

            Buzan (1993) dalam Djohan (2008) mengemukakan, bahwa a mind map is powerful graphic technique which provides a universal key to unlock the potential of the brain. It harnesses the full range of cortical skills – word, image, number, logic, rhythm, colour and spatial awareness – in a single, uniquely powerful manner. In so doing, it give you a freedom to roam the infinite expanses of your brain. Dari pengertian tersebut, Djohan (2008) menyimpulkan bahwa peta pikiran merupakan suatu teknik grafik yang sangat ampuh dan menjadi kunci yang universal untuk membuka potensi dari seluruh otak, karena menggunakan seluruh keterampilan yang terdapat pada bagian neo-korteks dari otak atau yang lebih dikenal sebagai otak kiri dan otak kanan (Astutiamin, 2009).
            Ditinjau dari segi waktu mind mapping  juga dapat mengefisienkan penggunaan waktu dalam mempelajari suatu informasi. Hal ini utamanya disebabkan karena mind mapping  dapat menyajikan gambaran menyeluruh atas suatu hal, dalam waktu yang lebih singkat. Dengan kata lain, mind mapping  mampu memangkas waktu belajar dengan mengubah pola pencatatan linear yang memakan waktu menjadi pencatatan yang efektif yang sekaligus langsung dapat dipahami oleh individu.
            Menurut Yovan dalam Astutiamin (2009), keutamaan metode pencatatan menggunakan mind mapping, antara lain:
  1. Tema utama terdefenisi secara sangat jelas karena dinyatakan di tengah.
  2. Level keutamaan informasi teridentifikasi secara lebih baik. Informasi yang memiliki kadar kepentingan lebih diletakkan dengan tema utama.
  3. Hubungan masing-masing informasi secara mudah dapat segera dikenali.
  4. Lebih mudah dipahami dan diingat.
  5. Informasi baru setelahnya dapat segera digabungkan tanpa merusak keseluruhan struktur mind mapping, sehingga mempermudah proses pengingatan.
  6. Masing-masing mind mapping  sangat unik, sehingga mempermudah proses pengingatan.
  7. Mempercepat proses pencatatan karena hanya menggunakan kata kunci.
            Mind Mapping bertujuan membuat materi pelajaran terpola secara visual dan grafis yang akhirnya dapat membantu merekam, memperkuat, dan mengingat kembali informasi yang telah dipelajari. Berikut ini disajikan perbedaan antara catatan tradisional (catatan biasa) dengan catatan pemetaan pikiran (mind mapping).

Tabel 2.2. Perbedaan Catatan Biasa dan Mind Mapping 

Catatan Biasa 
Mind mapping 
Hanya berupa tulisan-tulisan saja 
Berupa tulisan, simbol dan gambar 
Hanya dalam satu warna 
Berwarna-warni 
Untuk mereview ulang memerlukan waktu yang lama 
Untuk mereview ulang diperlukan waktu yang pendek 
Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih lama 
Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih cepat dan efektif 
Statis
Membuat individu menjadi lebih kreatif
Sumber: Rostikawati, T., (2008)
Beberapa manfaat memiliki mind map antara lain :
a. Merencana, b. Berkomunikasi, c. Menjadi kreatif, d. Menghemat waktu, e. Menyelesaikan masalah, f. Memusatkan perhatian, g. Menyusun dan menjelaskan pikiran-pikiran, h. Mengingat dengan  lebih baik, i. Belajar lebih cepat dan efisien, j. Melihat gambar keseluruhan.
Ada beberapa kelebihan saat menggunakan teknik mind mapping  ini, yaitu :
a. Mind mapping  merupakan cara yang cepat digunakan, b.Teknik mind map dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul dikepala siswa, c. Proses menggambar diagram pada mind map bisa memunculkan ide-ide yang lain, d. Diagram mind map yang sudah terbentuk bisa menjadi panduan untuk menulis (Buzan, 2007).
            Dari uraian tersebut, mind mapping  adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual. Mind mapping  memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat didalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak maka akan memudahkan seseorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima mind mapping yang dibuat oleh siswa dapat bervariasi pada setiap materi. Hal ini disebabkan karena berbedanya emosi dan perasaan yang terdapat dalam diri siswa setiap saat. Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada saat proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Dengan demikian, guru diharapkan dapat menciptakan suasana yang dapat mendukung kondisi belajar siswa terutama dalam proses pembuatan mind mapping. Proses belajar yang dialami seseorang sangat bergantung kepada lingkungan tempat belajar. Jika lingkungan belajar dapat memberikan sugesti positif, maka akan baik dampaknya bagi proses dan hasil belajar, sebaliknya jika lingkungan tersebut memberikan sugesti negatif maka akan buruk dampaknya bagi proses dan hasil belajar.

2.1.5. Implementasi Pembelajaran berbasis Peta Pikiran (Mind Mapping)
2.1.5.1. Pembuatan Peta Pikiran
            Menurut Djohan dalam Astutiamin (2009), proses pembuatan sebuah Mind mapping  (MM) secara step by step dapat dibagi menjadi empat langkah yang harus dilakukan secara berurutan yaitu :
  1. Menentukan central topic yang akan dibuatkan MM-nya, untuk buku pelajaran central topic biasanya adalah judul buku atau judul bab yang akan dipelajari dan harus diletakkan ditengah kertas serta usahakan berbentuk image/gambar.
  2. Membuat Basic Ordering Ideas – BOIs untuk central topic yang telah dipilih, BOIs biasanya adalah judul bab atau sub-bab dari buku yang akan dipelajari atau bisa juga dengan menggunakan 5WH (What, Why, Where, When, Who dan How).
  3. Melengkapi setiap BOIs dengan cabang-cabang yang berisi data-data pendukung yang terkait. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting karena pada saat inilah seluruh data-data harus ditempatkan dalam setiap cabang BOIs secara asosiatif dan menggunakan struktur radian yang menjadi ciri yang paling khas dari suatu MM.
  4. Melengkapi setiap cabang dengan image baik berupa gambar, simbol, kode, daftar, grafik dan garis penghubung bila ada BOIs yang saling terkait satu dengan lainnya. Tujuan dari langkah ini adalah untuk membuat sebuah MM menjadi lebih menarik sehingga lebih mudah untuk dimengerti dan diingat.
               Dalam membuat mind mapping, Tony Buzan telah menyusun sejumlah aturan yang harus diikuti agar mind mapping  yang dibuat dapat memberikan manfaat yang optimal. Berikut adalah ringkasan dari Law of MM:
  1. Kertas: polos dengan ukuran minimal A4 dan paling baik adalah ukuran A3 dengan orientasi horizontal (Landscape). Central Topic diletakkan ditengah-tengah kertas dan sedapat mungkin berupa image dengan minimal 3 warna.
  2. Garis: lebih tebal untuk BOIs dan selanjutnya semakin jauh dari pusat garis akan semakin tipis. Garis harus melengkung (tidak boleh garis lurus) dengan panjang yang sama dengan panjang kata atau image yang ada di atasnya. Seluruh garis harus tersambung ke pusat.
  3. Kata: menggunakan kata kunci saja dan hanya satu kata untuk satu garis. Harus selalu menggunakan huruf cetak supaya lebih jelas dengan besar huruf yang semakin mengecil untuk cabang yang semakin jauh dari pusat.
  4. Gambar: gunakan sebanyak mungkin gambar, kode, simbol, grafik, table dan ritme karena lebih menarik serta mudah untuk diingat dan dipahami. Kalau memungkinkan gunakan image yang 3 Dimensi agar lebih menarik lagi.
  5. Warna: gunakan minimal 3 warna dan lebih baik 5-6 warna. Warna berbeda untuk setiap BOIs dan warna cabang harus mengikuti warna BOIs.
  6. Struktur: menggunakan struktur radian dengan sentral topik terletak di tengah-tengah kertas dan selanjutnya cabang-cabangnya menyebar ke segala arah. BOIs umumnya terdiri dari 2-7 buah yang disusun sesuai dengan arah jarum jam dimulai dari arah jam 1.
laws
                                       Sumber: Astutiamin, 2009
Gambar 2.2 Law of Maind Map

Aplikasi mind mapping  dalam pembelajaran dalam tahap aplikasi, terdapat empat langkah yang harus dilakukan proses pembelajaran berbasis mind mapping, yaitu:
  1. Overview: tinjauan menyeluruh terhadap suatu topik pada saat proses pembelajaran baru dimulai. Hal ini bertujuan untuk memberi gambaran umum kepada siswa tentang topik yang akan dipelajari. Khusus untuk pertemuan pertama pada setiap awal semester, overview dapat diisi dengan kegiatan untuk membuat Master mind map yang merupakan rangkuman dari seluruh topik yang akan diajarkan selama satu semester yang biasanya sudah ada dalam silabus. Dengan demikian, sejak awal siswa sudah mengetahui topik apa saja yang akan dipelajarinya sehingga membuka peluang bagi siswa yang aktif untuk mempelajarinya lebih dahulu di rumah atau di perpustakaan.
  2. Preview: tinjauan awal merupakan lanjutan dari overview sehingga gambaran umum yang diberikan setingkat lebih detail daripada overview dan dapat berupa penjabaran lebih lanjut dari silabus. Dengan demikian, siswa diharapkan telah memiliki pengetahuan awal yang cukup mengenai sub-topik dari bahan sebelum pembahasan yang lebih detail dimulai. Khusus untuk bahan yang sangat sederhana, langkah preview dapat dilewati sehingga langsung masuk ke langkah inview.
  3. Inview: tinjauan mendalam yang merupakan inti dari suatu proses pembelajaran, dimana suatu topik akan dibahas secara detail, terperinci dan mendalam. Selama inview ini, siswa diharapkan dapat mencatat informasi, konsep atau rumus penting beserta grafik, daftar atau diagram untuk membantu siswa dalam memahami dan menguasai bahan yang diajarkan.
  4. Review: tinjauan ulang dilakukan menjelang berakhirnya jam pelajaran dan berupa ringkasan dari bahan yang telah diajarkan serta ditekankan pada informasi, konsep atau rumus penting yang harus diingat atau dikuasai oleh siswa. Hal ini akan dapat membantu siswa untuk fokus dalam mempelajari ulang seluruh bahan yang diajarkan di sekolah pada saat di rumah. Review dapat juga dilakukan saat pelajaran akan dimulai pada pertemuan berikutnya untuk membantu siswa mengingatkan kembali bahan yang telah diajarkan pada pertemuan sebelumnya.
Sedangkan keunggulan mind map dalam pembelajaran, antara lain :
1. Ide utama materi pelajaran ditentukan secara jelas, 2. Menarik perhatian mata dan otak kita sehingga memudahkan kita berkonsentrasi, 3. Dapat melihat gambaran menyeluruh, sekaligus detailnya, 4. Hubungan antar informasi yang satu dengan yang lainnya lebih jelas, 5. Terdapat pengelompokan informasi, 6. Prosesnya menyenangkan (fun), tidak membosankan karena banyak menggunakan unsur otak kanan, seperti gambar, warna, dimensi, dan lain sebagainya, 7. Sifatnya unik sehingga mudah diingat (Buzan, 2002)
Untuk menggunakan mind map sangat mudah,  hanya perlu memperhatikan 3 prinsip dasar dari mind map yaitu :
a.       Gambar (Visualize/Image/Symbol). Gunakan sebanyak mungkin kode, dimensi, atau gambar.
b.      Warna (Colour). Gunakan warna sebanyak mungkin
c.       Asosiasi (Association/branch). Gunakan asosiasi yang menghubungkan satu informasi dengan informasi lain, diusahakan meliuk atau melengkung, pangkal tebal lalu menipis, semakin jauh dari pusat dan semakin menipis, menyebar ke segala arah (Buzan, 2007).

2.1.6. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Peta Pikiran (Mind Mapping) terhadap Keaktifan Belajar Siswa                            
             Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas meliputi aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (tingkah laku). Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. Proses pembelajaran yang dilakukan dalam kelas, merupakan aktivitas mentrans­formasikan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Prinsip aktif inilah yang mengendalikan perilaku siswa (Yamin, 2004).
            Mind mapping atau pemetaan pikiran merupakan salah satu teknik mencatat tingkat tinggi. Informasi berupa materi pelajaran yang diterima siswa dapat diingat dengan bantuan catatan. Peta pikiran merupakan bentuk catatan yang tidak monoton karena memadukan fungsi kerja otak secara bersamaan dan saling berkaitan satu sama lain. Dengan demikian, akan terjadi keseimbangan kerja kedua belahan otak. Otak dapat menerima informasi berupa gambar, simbol, citra, musik dan lain-lain yang berhubungan dengan fungsi kerja otak kanan.
            Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang memusatkan kegiatan belajar pada guru. Siswa hanya duduk, mendengarkan dan menerima informasi. Cara penerimaan informasi akan kurang efektif karena tidak adanya proses penguatan daya ingat, walaupun ada proses penguatan yang berupa pembuatan catatan, siswa membuat catatan dalam bentuk catatan yang monoton dan linear.
 Penggunaan metode pembelajaran yang sesuai sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Dengan metode pembelajaran yang sesuai, siswa dapat mencapai prestasi belajar yang tinggi dan dapat mengembangkan potensi yang tersimpan dalam dirinya. Proses belajar siswa sangat dipengaruhi oleh emosi di dalam dirinya. Emosi dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar apakah hasilnya baik atau buruk. Pembelajaran berbasis peta pikiran, berusaha menggabungkan kedua belahan otak yakni otak kiri yang berhubungan dengan hal yang bersifat logis (seperti belajar) dan otak kanan yang berhubungan dengan keterampilan (aktivitas kreatif). Dengan demikian, adanya teknik Mind map atau pemetaan pikiran patut diduga dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa sehingga siswa menjadi antusias dalam belajar dan mencari informasi yang baru dan mind map dapat meringkas satu buku menjadi selembar buku.

2.1.7. Pengaruh Mind Mapping terhadap Kreativitas Siswa
          Kreativitas adalah segala potensi yang terdapat dalam setiap diri individu yang meliputi ide-ide atau gagasan-gagasan yang dapat dipadukan dan dikembangkan, sehingga dapat menciptakan suatu produk yang baru dan bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Kreativitas muncul karena adanya motivasi yang kuat dari diri individu yang bersangkutan. Produk dari kreativitas dapat dihasilkan melalui serangkaian tahapan yang memerlukan waktu relatif lama. Secara efektif, individu kreatif memiliki ciri rasa ingin tahu yang besar, tertarik terhadap tugas-tugas majemuk yang dirasakan sebagai tantangan, berani mengambil resiko untuk membuat kesalahan, mempunyai rasa humor, ingin mencari pengalaman-pengalaman baru.
            Mind mapping  dapat menghubungkan ide baru dan unik dengan ide yang sudah ada, sehingga menimbulkan adanya tindakan spesifik yang dilakukan oleh siswa. Dengan penggunaan warna dan simbol-simbol yang menarik akan menciptakan suatu hasil pemetaan pikiran yang baru dan berbeda. Pemetaan pikiran merupakan salah satu produk kreatif yang dihasilkan oleh siswa dalam kegiatan belajar.
             Sistem limbik pada otak manusia memiliki peranan penting dalam penyimpanan dan pengaturan informasi (memori) dari memori jangka pendek menjadi memori jangka panjang secara tepat. Dalam proses belajar, siswa menginginkan materi pelajaran yang diterima menjadi memori jangka panjang, sehingga ketika materi tersebut diperlukan kembali siswa dapat mengingatnya. Belahan neocortex juga memiliki peranan penting dalam penguatan memori. Belahan otak kiri yang berkaitan dengan kata-kata, angka, logika, urutan, dan rincian (aktivitas ademik). Belahan otak kanan berkaitan dengan warna, gambar, imajinasi, dan ruang atau disebut sebagai aktivitas kreatif. Jika kedua belahan neocortex ini dipadukan secara bersamaan maka informasi (memori) yang diterima dapat bertahan menjadi memori jangka panjang.
             Mind mapping  merupakan teknik mencatat yang memadukan kedua belahan otak. Sebagai contoh, catatan materi pelajaran yang dimiliki siswa dapat dituangkan melalui gambar, simbol dan warna. Mind mapping  mewujudkan harapan siswa untuk memori jangka panjang. Materi pelajaran yang dibuat dalam bentuk peta pikiran akan mempermudah sistem limbik memproses informasi dan memasukkannya menjadi memori jangka panjang.
             Keuntungan lain penggunaan catatan mind mapping  yaitu membiasakan siswa untuk melatih aktivitas kreatifnya sehingga siswa dapat menciptakan suatu produk kreatif yang dapat bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Hal lain yang berkaitan dengan sistim limbik yaitu peranaannya sebagai pengatur emosi seperti marah, senang, lapar, haus dan sebagainya. Emosi sangat diperlukan untuk menciptakan motivasi belajar yang tinggi. Motivasi yang tinggi dapat menambah kepercayaan diri siswa, sehingga siswa tidak ragu dan malu serta mau mengembangkan potensi-potensi yang terdapat dalam dirinya terutama potensi yang berhubungan dengan kreativitas. Pemetaan pikiran adalah salah satu produk kreatif bentuk sederhana yang dapat dikembangkan. Dengan teknik mencatat pemetaan pikiran patut diduga bahwa kreativitas (sikap kreatif) siswa akan meningkat.
            Menurut Yovan dalam Astutiamin (2008), aplikasi peta pikiran dapat meningkatkan kreativitas individu maupun kelompok. Hal ini disebabkan karena peta pikiran memungkinkan penggunaan unsur-unsur kreativitas seperti gambar, bentuk, warna, dan lainnya dalam membentuk representasi mental. Selain itu, peta pikiran juga mengakomodir berbagai sudut pandang yang berbeda dari individu dan kelompok. Berbagai teknologi pikiran yang memacu kreativitas seperti, brainwriting, brainwalking dan semantik intuition sangat kompatibel dengan aplikasi peta pikiran (Astutiamin, 2008).

2.2. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dari defenisi operasional dan konsep-konsep yang dimaksud dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Belajar adalah suatu proses menggali suatu informasi yang dilakukan oleh individu dalam rangka perubahan ke arah yang direncanakan melalui proses berpikir dan pengalaman individu.
2.      Strategi belajar merupakan suatu teknik yang harus dimiliki oleh seorang pendidik dan seorang anak didik dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran agar berhasil dalam tujuan belajar.
3.      Strategi belajar dengan mind map adalah teknik penyusunan catatan menggunakan seluruh potensi otak bagian kiri dan kanan yang bertujuan membuat materi pelajaran terpola secara visual dan grafis yang akhirnya dapat membantu merekam, memperkuat, dan mengingat kembali informasi yang telah dipelajari.
4.      Aktivitas belajar siswa adalah aktivitas yang dilakukan siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung berupa aktivitas lisan, visual, mendengar, menulis, menggambar, mental dan emosional.
5.      Proses belajar mengajar yang efektif adalah aktif dan berpusat pada siswa. Siswa aktif berarti siswa tidak menanggapi perintah guru secara pasif, siswa termotivasi untuk belajar, siswa mampu mengajukan pertanyaan dan siswa mampu berinteraksi dengan orang lain. Sedang berpusat pada siswa berarti bahwa pada proses pembelajaran direncanakan, difokuskan pada apa yang akan dipelajari dan diperbuat oleh siswa. Dalam proses ini, agar siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran yang telah difokuskan pada siswa maka perlu diajarkan pada siswa tentang strategi-strategi belajar, khususnya strategi belajar dengan menggunakan mind map.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Swasta Taman Pendidikan Islam Medan di Jalan Pelajar no. 44, Kecamatan Medan Kota. Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei sampai dengan juli 2010.                          
3.2. Subjek Penelitian
            Subjek penelitian ini adalah siswa Kelas VII SMP Swasta Taman Pendidikan Islam Medan Tahun Pembelajaran 2009/2010, yang berjumlah 30 orang.
3.3. Jenis Penelitian
              Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). “Penelitian tindakan menekankan kepada tindakan mengujicobakan suatu  ide ke dalam praktek atau situasi nyata dalam skala mikro, yang diharapan kegiatan tersebut mampu memperbaiki dan menigkatkan kualitas PBM”.
3.4. Prosedur Penelitian
         Langkah-langkah operasional yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah:
1.      Tahap Persiapan/Rencana (Planning)
Pada tahap perencanaan, peneliti melakukan beberapa aktivitas, diantaranya:
a.       Konsultasi dengan dosen pembimbing skripsi, melakukan observasi awal ke sekolah tempat penelitian melalui wawancara dengan guru bidang studi biologi kelas VII.
b.      Melakukan observasi aktivitas belajar siswa di kelas.
c.       Mengidentifikasi Silabus yang meliputi identitas nama, identitas mata pelajaran, kelas/program dan semester.
d.      Melakukan analisis materi pelajaran, yakni materi pokok ekosistem.
e.       Menyusun materi pelajaran, dalam hal ini materi pelajaran disadur dari buku IPA Terpadu SMP kelas VII yang ditulis oleh Any Winarsih, dkk, Penerbit Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasioal (2008).
e.       Menyusun skenario pembelajaran biologi dengan mengintegrasikan strategi belajar mind map dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
f.       Menyusun instrumen penelitian :
Instrumen 01: Lembar pengamatan aktivitas siswa.
Instrumen 02: Lembar Psikomotorik siswa daam membuat mind map
Instrumen 03: Angket respon siswa pada kegiatan belajar  mind map
II. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Siklus I
Pada tahap pelaksanaan tindakan siklus I ini direncanakan guru melakukan pembelajaran di dalam kelas sesuai dengan RPP yang telah disusun. Pada siklus I ini guru menjelaskan materi ajar, memerintahkan siswa untuk membaca dan melatih siswa untuk mampu membuat mind map.
Ada lima tahap yang harus diketahui guru untuk menggunakan pembelajaran langsung tersebut, yaitu :
  1. Guru memulai pelajaran dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran.
  2. Guru menginformasikan pengetahuan awal kepada siswa mengenai materi yang akan diajarkan dan menjelaskan teknik-teknik dalam melakukan belajar  mind map, yaitu : a. Mencatat kata kunci dari masing-masing topik, b. Menggunakan selembar kertas kosong tanpa garis dan beberapa pulpen atau spidol berwarna yang diletakkan menyamping, c. Membuat sebuah gambar (simbol) yang merangkum subjek utama ditengah-tengah kertas, d. Membuat beberapa garis tebal berlekuk-lekuk yang menyambung dari gambar di tengah ke kertas ke cabang-cabang utama ke pusat, e. Memberi nama pada setiap ide dan gunakan gambar-gambar kecil yang mewakili masing-masing ide tersebut, f. Dari setiap ide yang ada bisa ditarik garis penghubung lainnya, yang menyebar seperti cabang-cabang pohon, dan gunakan berbagai warna (Buzan, 2007).
  3. Guru mengamati kegiatan siswa untuk mengetahui kebenaran pekerjaannya sambil memberi umpan balik.
  1. Perencanaan (Planning)
Dalam tahapan ini dilaksanakan test awal secara lisan dengan melakukan tanya jawab dengan beberapa orang siswa. Test dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa terhadap materi ekosistem. Berdasarkan analisis hasil test direncanakan perbaikan untuk pelaksanaan pembelajaran materi ekosistem.
  1. Tindakan (Action)
Pada tahap pelaksanaan tindakan siklus I ini dilaksanakan pembelajaran di dalam kelas sesuai dengan RPP yang telah disusun dengan memperkenalkan mind map yang kepada siswa. Dalam tahap ini dilaksanakan pembelajaran dari ekosistem yang meliputi pengajaran berupa pengertian ekosistem, ciri-ciri ekosistem, komponen penyusun ekosistem,  dan jenis-jenis ekosistem.
  1. Pemantauan (Observasi) dan Evaluasi
Pemantauan tindakan dilakukan pada saat pelaksanaan RPP dalam KBM. Selanjutnya evaluasi  siklus I dilakukan dengan evaluasi hasil belajar siswa. Selama KBM berlangsung juga dilakukan pengamatan terhadap penomena-penomena pembelajaran tak terduga yang berlangsung di dalam kelas. Evaluasi dilakukan oleh peneliti beserta tim pengamat setelah usai kegiatan pembelajaran siklus I. Hasil evaluasi siklus I ini selanjutnya dijadikan landasan penyusunan rencana tindakan siklus II dan siklus-siklus selanjutnya. Siklus tindakan akan dihentikan setelah indikator pencapaian tujuan tindakan diperoleh (dengan Kriteria Ketuntasan Minimal Siswa = 65 berdasarkan SKBM atau Standar Ketuntasan Belajar Mengajar. Dan Penentuan batas pencapaian ketuntasan belajar, meskipun umumnya disepakati skor/nilai 75 (75%) namun batas ketuntasan yang paling sesuai ditetapkan oleh guru mata pelajaran ( Sudrajat, 2009). Sehingga apabila peningkatan aktivitas mencapai 70% - 79% dikatakan tercapai. Dan hasil mind map mencapai rentang nilai baik maka dikatan tercapai.
  1. Analisis dan Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan, evaluasi, dan analisis hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran. Sehingga berbagai kekurangan, hambatan, dan kesulitan yang ditemukan selama pelaksanaan tindakan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan perbaikan dalam membuat perencanaan pada pembelajaran berikutnya.
Siklus II
A. Perencanaan (Planning)
     Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I perlu adanya tindakan pada siklus II untuk meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajarnya. Untuk itu pada tahap ini peneliti merencanakan tindakan perbaikan dalam pelaksanaan siklus II yaitu guru (peneliti) membimbing siswa dalam membuat mind map yang baik serta memanfaatkan waktu yang efesien dalam membuat mind map kemudian melakukan tanya jawab tentang ekosistem.
      B. Tindaan (Action)
                Pada siklus II dilaksanakan pembelajaran yang meliputi pokok bahasan: 1) Hubungan antara komponen dalam ekosistem yaitu; saling ketergantungan antar komponen biotik dan abiotik, rantai makanan dan jaring-jaring kehidupan, energi dalam ekosistem dan tingkat tropik pada piramida makanan. 2) Pola interaksi antar organisme, dengan menggunakan mind map. Setelah pembelajaran siswa dituntut dalam membuat mind map berdasarkan materi yang telah dipelajari serta memanfaatkan waktu seefisien mugkin. Selanjutnya, untuk melihat hasil belajar siswa dilaksanakan evaluasi hasil belajar terhadap materi ekosistem yang telah diajarkan.
      C. Observasi (Obsevation)
           Observasi dilakuan oleh dua orang observer untuk melihat dan menilai ativitas siswa selama pembelajaran berpedoman pada lembar pengamatan aktivitas siswa (Lampiran 3).

D.  Refleksi (Reflection)
            Pada tahap ini dilaksanakan analisis hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran, analisis penilaian mind map siswa serta respon  siswa dalam menggunakan mind map. Dari hasil analisis dapat ditentukan apakah perlu dilaksanakan siklus berikutnya untuk meningkatkan aktifitas belajar siswa.
Di siklus II, peneliti mencoba meningkatkan keterampilan memberi peguatan pada siswa, melakukan tanya jawab. Hal ini difokuskan untuk melihat perbedaan antara siklus I dan siklus II.           


3.5. Instrumen Penelitian (Alat Pengumpul Data)
            Dalam penelitian ini beberapa karakteristik objek penelitian yang dikaji adalah aktivitas yang dilakukan siswa, hasil kemampuan psikomotor siswa dalam membuat mind map, dan respon siswa terhadap kegiatan belajar mind map.
Defenisi operasional variabel penelitian adalah sebagai berikut:
1.  Aktivitas siswa adalah aktivitas yang terobservasi selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi. (Instrumen 01)
2.  Hasil kemampuan psikomotor siswa dalam membuat peta pikiran atau mind map. Dan test kognitif yang berkaitan dengan mind map sebagai penunjang tingkat keberhasilan teknik mencatat dengan mind map. (Instrumen 02)
3.  Respon siswa adalah antusias siswa dan tanggapan siswa terhadap kegiatan belajar  mind map. (Instrumen 03)

3.6. Validasi Instrumen
            Sebelum digunakan sebagai alat pengumpul data, instrumen terlebih dahulu divalidasi. Untuk instrument yang digunakan (instrument  01 sampai dengan instrumen 03), divalidasi, dilakukan dengan meminta pendapat ahli pendidikan mengenai isi maupun redaksi ataupun bahasa/redaksi instrumen yang telah disusun. Untuk pengamata aktivitas dilakukan dengan menggunakan lembar aktivitas siswa. Validasi dilakukan lewat simulasi pada siswa, peneliti, observer yang berjumlah 5 orang, dan guru bidang studi. Validasi penelitian tindakan, dilaksanakan dengan melakukan simulasi dengan siswa. Simulsi dilakukan pada awal pertemuan sebelum pelaksanaan tindakan dilakukan. Simulasi ini bertujuan untuk menyamakan persepsi antara peneliti observer, dan guru bidang studi.
            Kegiatan yang dilakukan selama simulasi antara lain melihat dan mendata aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Selama 1 jam pelajaran (2 X 45 menit) observer mengamati aktivitas siswa selama KBM berlangsung. Pengamatan dilakukan setiap 1 menit sekali. Aktivitas yang diamati berupa aktivitas individual. Mencatat seluruh perilaku yang tidak relevan  yang dilakukan siswa.
            Aktivitas yang akan diamati antara lain, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain, memberikan pendapat untuk pemecahan masalah, berlatih membuat mind map, prilaku yang tidak sesuai dengan katagori di atas. Dari hasil simulsi yang dilakukan antara observer, peneliti memiliki kesamaan persepsi tentang aktivitas yang akan di amati.
Table 3.1. Kesamaan Persepsi Dalam Pengamatan Aktivitas
Aktvitas Siswa
Persepsi Kategori Pengamatan
  1. Mengajukan pertanyaan.

  1. Menjawab pertnyaan.

  1. Memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain
  2. Memberikan pendapat untuk pemecahan masalah.


  1. Berlatih membuat mind map.

  1. Prilaku yang tidak sesuai dengan katagori di atas


Bila siswa memberikan pertanyaan kepada guru dan siswa lain.
Bila siswa menjawab pertanyaan kepada guru.
Bila siswa menanggapi pendapat dari siswa lain.
Bila siswa memberikan pendapat untuk pemecahan masalah, biasanya untuk siswa yag ditunjuk oleh guru untuk menjelaskan hasil mind map.
Bila siswa sedang  membuat mind map.
Keseluruhan kegiatan negative yang mengganggu proses KBM seperti rebut, mengganggu teman, tertawa, jalan-jalan.

3.7. Teknik Pengumpulan Data
            Cara yang digunakan di dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1.    Untuk memperoleh aktivitas belajar siswa dalam KBM, dilakukan pengamatan  selama kegiatan pembelajaran berlangsung oleh observer. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan lembar observasi.
2.    Data hasil kemampuan psikomotor siswa dalam membuat peta pikiran atau mind map yang didapat setelah kegiatan pembelajaran. Dan test kognitif yang berkaitan dengan mind map sebagai penunjang tingkat keberhasilan teknik mencatat dengan mind map.
3.    Data respon siswa terhadap kegiatan belajar  mind map yang didapat setelah pembelajaran berlangsung.

3.8. Teknik Analisis Data
Data hasil penelitian tersebut diatas, selanjutnya dianalisis yaitu:
1.Hasil observasi aktivitas belajar siswa selama KBM dianalisis dengan  deskriptif persentase secara kuantitatif. Aktivitas belajar siswa dinilai dari penilaian aktivitas siswa. Apabila mencapai persentase kriteria baik interval 70% - 79% dikatakan tercapai (Sudrajat, 2009).
Penilaian Aktivitas Siswa:
Keterangan :
x = jumlah siswa yang melakukan aktivitas tertentu
k = jumlah siswa keseluruhan yang melakukan aktivitas       

2.      Hasil penilaian terhadap lembar psikomotor siswa pada kegiatan strategi belajar  mind map dihitung dengan jumlah skor dari tiap indikator lembar pedoman penilaian peta pikiran pada lampiran 5.
3.      Data respon siswa terhadap kegiatan belajar  mind map dinilai setelah seluruh KBM selesai dilaksanakan dengan menggunakan lembar angket siswa. Persentase respon siswa dihitung dengan menggunakan rumus berikut:           
Persentase Respon Siswa    =
Keterangan :
A = Proporsi siswa yang memilih
B = jumlah siswa(Responsden)                                                      (Trianto, 2009)



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.      Deskripsi Hasil Pengamatan Proses Pembelajaran Siklus I
4.1.1.      Perencanaan
Perencanaan penelitian siklus I meliputi pengisian angket mengenai observasi terhadap catatan pelajaran siswa, dan melakukan wawancara dengan guru bidang studi biologi kelas VII. Selanjutnya menentukan strategi belajar yang sesuai dengan masalah di sekolah, yaitu strategi belajar mind map. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menyusun test kognitif hasil belajar siswa berbentuk pilihan ganda beserta kunci jawaban, menyusun lembar observasi aktivitas siswa untuk penilaian aspek afektif, membuat lembar observasi aktivitas guru, dan membuat angket respon siswa terhadap kegiatan belajar mind map serta menentukan subjek penelitian dan waktu penelitian.
4.1.2.      Tindakan
            Tindakan yang dilakukan adalah penerapan strategi belajar mind map. Pembelajaran siklus I berlangsung sebanyak 1 kali pertemuan. Pertemuan ini berlangsung selama 2 x 45 menit Pelaksanaan tindakan diawali dengan test secara lisan dengan melakukan tanya jawab dengan beberapa orang siswa. Hasil yang diperoleh rata-rata siswa terlihat kebingungan dan diam pada saat ditanya.
Kemudian guru menerapkan mind map pada materi pelajaran. Siswa diharuskan mencatat materi pelajaran dengan menggunakan mind map selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Kemudian mind map tersebut dinilai dengan berpedoman pada lampiran 5. Dalam hal ini digunakan check-list yang meliputi aspek yang dinilai terhadap pembuatan peta pikiran untuk materi yang diajarkan adalah: (1) Penulisan Topik, (2) Pemakaian Warna (gambar/simbol), (3) Penarikan Cabang, (4) Kebersihan.
Sebelum penelitian, terlebih dahulu memberikan materi ajar. Guru terlebih dahulu mengenalkan tentang mind map dan bagaimana cara pembuatannya. Hal ini dilakukan agar siswa lebih memahami tentang mind map dan peneliti juga belajar dari kekurangan yang terdapat pada peneliti sebelumnya. Untuk itu sebagai pengenalan, siswa diharuskan membuat mind map awal mereka dengan contoh yang mereka buat dan dapat dipahami sendiri. Dari hasil pengenalan mind map terlihat bahwa siswa tertarik untuk mengeluarkan pendapatnya masing-masing. Selanjutnya memberitahukan siswa untuk membawa referensi mengenai materi pokok ekosistem yang akan dipergunakan pada pertemuan berikutnya.
Ketika penelitian berlangsung selama 2 x 45 menit guru menerangkan dengan menggunakan sebuah contoh mind map. Setelah guru selesai menerangkan siswa dibimbing untuk membuat hasil peta pikirannnya masing-masing pada selembar kertas yang diberikan oleh guru. Pada siklus I terdapat satu buah peta pikiran yang memuat materi ekosistem yaitu: sumber energi, satuan mahkluk hidup, komponen ekosistem dan jenis ekosistem.
4.1.3.   Pengamatan
Pengamatan aktivitas siswa dilakukan satu persatu dengan menggunakan 2 observer yang terletak strategis. Untuk memudahkan pengamatan tiap siswa diberi nomor kemudian diamati aktivitasnya. Pengamatan aktivitas berlangsung selama 2 x 45 menit dengan perincian tiap 5 menit sekali diamati aktivitas tiap siswa sehingga terdapat 18 kali putaran. Pengamatan dalam penelitian ini dilihat dari berbagai instrumen penelitian, antara lain hasil test kognitif siswa, lembar pengamatan aktivitas siswa saat proses belajar mengajar, hasil mind map siswa, dan aktivitas guru selama kegiatan belajar mengajar. Penelitian ini dilakukan pada satu kelas dengan menerapkan tindakan yang rancangannya telah dijelaskan pada Bab III. Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam KBM pada pembelajaran Biologi dalam strategi belajar mind map menggunakan instrumen 01, disajikan dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1. Aktivitas Siswa Pada KBM Dalam Strategi Belajar Mind Map

Kategori

Pengamatan
Siklus I

Siklus II

%

SB

%

SB
1
5,95
0,33
0,58
15,08
0,9
0,76
2
6,55
0,37
0,62
10,61
0,63
0,67
3
1,19
0,07
0,25
3,35
0,2
0,61
4
1,19
0,07
0,25
3,91
0,23
0,57
5
36,90
2,07
0,64
39,11
2,33
0,30
6
48,21
2,7
0,89
27,93
1,67
1,01
Kategori Pengamatan :
  1. Mengajukan pertanyaan
  2. Menjawab pertanyaan
  3. Memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain
  4. Memberikan pendapat untuk pemecahan masalah
  5. Berlatih membuat mind map
  6. Prilaku yang tidak sesuai dengan katagori diatas

Penilaian dilakukan dengan menjumlahkan aktivitas yang dilakukan pada masing-masing kategori, lalu dibagi dengan jumlah keseluruhan aktivitas yang dilakukan oleh siswa, lalu dikalikan dengan 100%. Dari tabel aktivitas siswa selama KBM strategi belajar mind map dapat kita analisis sebagai berikut:
a.  Mengajukan pertanyaan
Pada siklus I aktivitas ini dengan persentse 5,95% (rata-rata 0,33 ± 0,58 ), untuk siklus II mengalami peningkatan dengan persentase 15,08% (rata-rata 0,9 ± 0,76).
b. Menjawab pertanyaan
Untuk siklus I dengan persentase 6,55% (rata-rata 0,37 ± 0,62 ), pada siklus II mengalami peningkatan dengan persentase 10,61% (rata-rata 0,63 ± 0,67).
c. Memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain
Aktivitas ini pada siklus I sangat kecil sekali persentasenya yaitu 1,19% (rata-rata 0,07 ± 0,25), pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 3,35% (rata-rata 0,2 ± 0,61). Aktivitas ini memang jarang dilakukan oleh siswa untuk setiap siklus.
d. Memberikan pendapat untuk pemecahan masalah
Aktivitas ini semakin mengalami peningkatan dari siklus I hingga siklus II. Pada siklus I dengan persentase 1,19% (rata-rata 0,7 ± 0,25), siklus II mengalami peningkatan dengan persentase 3,91 % (rata-rata 0,23 ± 0,57).
e. Berlatih membuat mind map
Aktivitas ini pada siklus I sangat besar sekali persentasenya yaitu sebesar 36,90 % (rata-rata 2,07 ± 0,64 ), tetapi pada siklus II mengalami penurunan yaitu sebesar 39,11% (rata-rata 2,33 ± 0,30).
f. Prilaku yang tidak sesuai dengan katagori diatas
Aktivitas ini pada siklus I sangat besar persentasenya yaitu 48,21% (rata-rata 2,7 ± 0,89), tetapi pada siklus II mengalami penurunan yaitu sebesar 27,93 % (rata-rata 1,67 ± 1,01).
Hasil penelitian ini menunjukkan, dengan menerapkan pembelajaran strategi belajar mind map yang diterapkan, telah memberikan dampak kecenderungan peningkatan aktivitas belajar siswa. Perbandingan aktivitas siswa selama KBM biologi dalam strategi belajar mind map pada siklus I, dan siklus II ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1  Perbandingan aktivitas siswa pada siklus I dengan siklus II dengan strategi belajar mind map

Aktivitas yang terjadi pada saat siklus I yaitu siswa mengajukan pertanyaan. Persentase aktivitas siswa yang mengajukan pertanyaan yaitu 5,95%. Aktivitas ini juga sejalan dengan kegiatan siswa dalam menjawab pertanyaan atau pendapat guru, sehingga persentase sangat dekat jumlahnya yakni 6,55%.
Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa selama satu kali pertemuan (2 × 45 menit) dalam kegiatan belajar biologi yang berorientasi pada strategi belajar mind map menunjukkan bahwa persentase aktivitas tertinggi terlihat pada aktivitas prilaku yang tidak sesuai dengan katagori diatas yaitu sekitar 48,21% dan aktivitas berlatih membuat mind map yaitu sekitar 36,90 %. Hal ini terjadi karena pada siklus I, siswa masih sangat antusias berlatih membuat mind map sehingga melakukan prilaku yang tidak sesuai dengan katagori. Pada saat mendengarkan penjelasan guru dalam menerima pelajaran, siswa masih terlihat kurang aktif dalam menanggapi pertanyaan yang dilontarkan oleh guru. Sedangkan persentase aktivitas terendah lainnya terlihat pada aktivitas memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain yaitu sekitar 1,19% dan aktivitas memberikan pendapat untuk pemecahan masalah yaitu sekitar 1,19%. Hal ini terjadi karena pada siklus I, siswa kurang memahami materi ekosistem. Sehingga hanya sedikit siswa yang mengajukan pertanyaan kepada guru dan aktivitasnya masih pasif.
Pengamatan terhadap aktivitas keterampilan mind map siswa yaitu pada saat pembelajaran, siswa diajarkan untuk mencatat kata kunci dari masing-masing topik disertai dengan membuat mind map. Siswa menggunakan selembar kertas kosong tanpa garis dan beberapa pulpen atau spidol berwarna dengan meletakkan kertas menyamping dan membuat sebuah gambar (simbol) yang merangkum subjek utama ditengah-tengah kertas. Gambar itu melambangkan topik utama dan cabang-cabang menyambung dari gambar di tengah ke kertas ke sub-topik utama.
Hasil pengamatan observer pada aktivitas keterampilan mind map adalah sebagian siswa masih kurang mengerti meletakkan topik ditengah dan cara membuat cabang, siswa masih membuat garis lurus bukan berupa cabang untuk menghubungkan topik utama dengan sub topik serta siswa masih membuat kata kunci tidak diatas cabang, dan berkreasi dalam pembuatan peta pikiran masih rendah. Dari hasil pembuatan Peta Pikiran siklus I terlihat bahwa 1 orang siswa memperoleh nilai sangat baik untuk skor 90, 13 orang siswa yang memperoleh nilai baik, 15 orang siswa yang memperoleh nilai cukup, 1 orang siswa yang memperoleh nilai kurang. Skor rata-rata dari keseluruhan siswa yang berjumlah 30 siswa dalam penilaian peta pikiran pada siklus I yaitu 69,3% dengan nilai cukup. Hasil penilaian peta pikiran siklus I dapat dilihat pada tabel 4.2. dibawah ini
Tabel 4.2. Hasil Penilaian Peta Pikiran (Siklus I)
Peta Pikiran
Nilai (Kategori)
A
B
C
D
E
Jumlah
Siswa
%
Jumlah Siswa
%
Jumlah Siswa
%
Jumlah Siswa
%
Jumlah Siswa
%
Siklus       I
1
3,3%
13
43,
33%
15
50 %
1
3,3%
0
0%

Hasil pengamatan terhadap aktivitas guru pada siklus I (2×45 menit) dalam kegiatan belajar biologi yang berorientasi pada strategi mind map menunjukkan bahwa aktivitas yang dilakukan guru sudah hampir sesuai dengan RPP Siklus I, hanya pada point 5 yaitu memerintahkan siswa untuk mencatat secara skematis tidak dilakukan oleh guru. Guru hanya memerintahkan siswa untuk mencatat, tetapi tidak skematis. Sehingga waktu yang diperlukan siswa untuk mencatat cukup lama. Pada point 1 bagian penutup yaitu menyimpulkan materi bersama siswa tidak dilakukan oleh guru melainkan hanya guru tersebut yang menyimpulkan materi di siklus tersebut. Siswa tidak diajak untuk menyimpulkan materi, siswa hanya mendengar dan mencatat apa yang disampaikan guru.
4.1.4.   Refleksi
Refleksi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan strategi belajar mind map dari penerapan yang telah dilakukan, untuk mengetahui aktivitas belajar siswa siklus I, menganalisis aktivitas individual siswa dan mengetahui kendala-kendala pada siklus I, serta mencari solusi dari kendala yang dihadapi.
Hasil penilaian terhadap aktivitas siswa saat mengikuti pembelajaran strategi belajar mind map, yaitu persentase aktivitas tertinggi terlihat pada aktivitas prilaku yang tidak sesuai dengan katagori diatas yaitu sekitar 48,21% dan aktivitas berlatih membuat mind map yaitu sekitar 36,90 %. Untuk aktivitas ketiga tertinggi, yaitu aktivitas menjawab pertanyaan yaitu sekitar 6,55%. Persentase terendah terdapat pada aktivitas memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain yaitu sekitar 1,19% dan aktivitas memberikan pendapat untuk pemecahan masalah yaitu sekitar 1,19% dan aktivitas mengajukan pertanyaan yaitu sekitar 5,95%. Ada beberapa siswa yang aktif dalam mengajukan pertanyaan, sedangkan siswa lainnya kurang aktif. Perlu adanya perlakuan dan motivasi  untuk meningkatkan aktivitas siswa di waktu pertemuan berikutnya. Aktivitas guru di kelas juga perlu ditingakatkan, bahwa masih ada langkah-langkah pembelajaran yang belum dilaksanakan dengan optimal oleh guru.
Hasil penilaian psikomotorik mind map, bahwa ada beberapa siswa masih kurang mengerti meletakkan topik ditengah dan cara membuat cabang, siswa masih membuat garis lurus bukan berupa cabang untuk menghubungkan topik utama dengan sub topik serta siswa masih membuat kata kunci tidak diatas cabang dan menggunakan warna yang tidak beranekaragam. Ini perlu ditingkatkan dengan memberikan penjelasan lagi bagaimana cara membuat mind map yang bagus.
4.1.5. Analisi Data Siklus I
Tingkat Penguasaan
            Berdasarkan hasil test pada lampiran yang dilakukan pada sampel penelitian diperoleh data hasil belajar siswa pada siklus I tentang macam-macam komponen ekosistem. Hasil perhitungan penentuan tingakat penguasaan siswa tersebut dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Tingkat Penguasaan Siswa Pada Siklus I
Tingkat penguasaan (%)
Kategori
Banyak Siswa
Persentase
90% - 100%
80% - 89%
65% - 79%
55% - 64%
0% - 54%
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
3 orang
3 orang
7 orang
9 orang
8 orang
10%
10%
23,33%
30%
26,67%
Total

30 orang
100%

            Tingkat penguasaan siswa dikatakan tercapai apabila mencapai kriteria paling sedikit sedang. Dari tabel tersebut masih banyak siswa yang tingkat penguasaannya rendah. Dengan demikian ketuntasan belajar siswa pada siklus I belum tercapai. Sehingga perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya.
4.2.   Deskripsi Hasil Pengamatan Proses Pembelajaran Siklus II
4.2.1. Perencanaan
            Tindakan selanjutnya merupakan upaya perbaikan dari kelemahan pada siklus sebelumnya. Perencanaan tindakan ini untuk mengatasi masalah kurangnya antusias siswa untuk aktif memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain, memberikan pendapat untuk pemecahan masalah dan antusias dalam bertanya. Selain itu, untuk melihat perubahan (kemajuan) hasil belajar kognitif siswa, dengan melakukan test diakhir pembelajaran. Strategi belajar yang dilakukan sama dengan siklus I yaitu strategi belajar mind map.
4.2.2. Tindakan
Pembelajaran di siklus II diawali dengan mendengarkan penjelasan untuk indikator pembelajaran berikutnya. Dimulai dengan apersepsi kembali, guru mengajukan beberapa permasalahan di dalam ekosistem menyangkut hubungan timbal balik antara komponen abiotik dan biotik. Dalam pembelajaran ini juga terjadi interaksi tanya jawab antara guru dan siswa, bahkan lebih difokuskan interaksi antara siswa dan siswa lainnya. Kemudian setiap siswa diberi lembar keterampilan untuk menerapkan strategi belajar mind map pada materi ekosistem meliputi: 1) Hubungan antara komponen dalam ekosistem yaitu; saling ketergantungan antar komponen biotik dan abiotik, rantai makanan dan jaring-jaring kehidupan, energi dalam ekosistem dan tingkat tropik pada piramida makanan. 2) Pola interaksi antar organisme. Siswa dibimbing untuk membuat mind map sebelumnya siswa menetapkan kata kunci yang dipakai untuk menentukan topik dan subtopik. Lembar mind map ini menuntut mereka untuk lebih berkreasi dan lebih mudah menghapal suatu materi. Berbeda dengan pengamatan mind map di siklus I, di siklus II ini peneliti membuat suatu indikator penilaian tersendiri jika siswa membuat: (A) Penulisan Topik yang terdiri dari: 1) Topik utama terletak ditengah dengan gambar secra horizontal skornya 7, 2) Kata kunci ditulis dengan huruf cetak diatas garis atau cabang skornya 6, 3) Menggunakan kata kunci yang tepat sesuai dengan materi skornya 7, (B) Pemakaian Warna (gambar/simbol) yang terdiri dari: 1) Pemakaian warna berbeda pada setiap gagasan atau topik atau subtopik skornya 10, 2) Adanya penambahan simbol skornya 10, 3) Adanya penambahan gambar skornya 10, (C) Penarikan Cabang yang terdiri dari: 1) Penggunaan setiap kata kunci yang dipakai pada peta pikiran mempunyai hubungan skornya 10, 2) Kreatif skornya 10, 3) Cabang-cabang pada mind map melengkung tidak lurus skornya 10, (D) Kebersihan yang terdiri dari: 1) Rapi skornya 10, 2) Bersih skornya 10. Ini dibuat untuk mengetahui seberapa besar keterampilan belajar mereka dalam hal mind map. Di dalam proses pembelajaran tetap dilakukan pengamatan aktivitas belajar siswa saat melakukan proses pembelajaran oleh 2 observer. Setelah selesai membuat mind map perwakilan dari beberapa siswa mempersentasikan hasil mind map yang dibuatnya. Persentasi ini berguna untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang materi yang dipelajarinya.
Di akhir pembelajaran siswa melakukan test untuk mengetahui tingkat ketuntasan belajar siswa di siklus II ini. Selanjutnya guru menganalisis data hasil penelitian baik kognitif, afektif, dan mengevaluasi kelemahan serta keberhasilan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Kegiatan tersebut merupakan penerapan dari refleksi. Pembelajaran siklus II berlangsung selama 2 × 45 menit.
4.2.3. Pengamatan
Pengamatan pada siklus II hanya dilakukan untuk mengetahui peningkatan aktivitas individual siswa dalam pembelajaran, peningkatan nilai test kognitif siswa ketika test akhir, dan peningkatan membuat mind map siswa.
Pada siklus II, aktivitas yang jumlahnya cukup besar yaitu berlatih membuat mind map sebesar 39,11%. Aktivitas mengajukan pertanyaan juga mengalami peningkatan dengan persentase sebesar 15,08%, di siklus II ini persentase menjawab pertanyaan sekitar 10,61% mengalami peningkatan dari siklus I sebesar 4,06%, untuk memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain juga mengalami peningkatan sebesar 2,16% dan untuk memberikan pendapat untuk pemecahan masalah mengalami peningkatan sebesar 2,72%. Sedangkan untuk prilaku yang tidak sesuai dengan katagori mengalami penurunan sebesar  20,28%. Prilaku ini berupa meminjam alat tulis, bertanya ke teman sebangku atau teman samping kanan kiri dan mengganggu teman.
Dari hasil pembuatan Peta Pikiran siklus II terlihat bahwa 13 orang siswa memperoleh nilai sangat baik, 12 orang siswa yang memperoleh nilai baik, 5 orang siswa yang memperoleh nilai cukup. Skor rata-rata dari keseluruhan siswa yang berjumlah 30 siswa dalam penilaian peta pikiran pada siklus II yaitu 80,3% dengan nilai baik. Hasil pengamatan observer pada aktivitas keterampilan mind map adalah sebagian siswa sudah mengerti meletakkan topik ditengah dan cara membuat cabang, siswa sudah dapat membuat cabang untuk menghubungkan topik utama dengan sub topik serta hanya sedikit siswa masih membuat kata kunci tidak diatas cabang, untuk berkreasi dalam pembuatan peta pikiran sudah baik. Hasil penilaian peta pikiran siklus II dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Hasil Penilaian Peta Pikiran (Siklus II)
Peta Pikiran
Nilai (Kategori)
A
B
C
D
E
Jumlah
Siswa
%
Jumlah Siswa
%
Jumlah Siswa
%
Jumlah Siswa
%
Jumlah Siswa
%
Siklus II
13
43,3%
12
40%
5
16,6%
0
0%
0
0%

Dan perbandingan hasil mind map siswa selama KBM pada siklus I dan siklus II ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Perbandingan hasil mind map siswa selama KBM
                     pada siklus I dan siklus II

Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa pada siklus I yang memperoleh nilai sangat baik dengan persentase sebesar 3,33%, pada siklus II dengan persentase sebesar 43,33%. Pada siklus I yang memperoleh nilai baik sebesar 43,33%, pada siklus II yang memperoleh nilai baik sebesar 40%. Pada siklus I yang memperoleh nilai cukup sebesar 50% dan siklus II sebesar 16,67%. Untuk nilai kurang siklus I sebesar 3,33% sedangkan pada siklus II sebesar 0%. Dan tidak ada yang memperoleh nilai sangat kuarang pada kedua siklus. Skor rata-rata dari setiap siklus diperoleh yaitu pada siklus I memperoleh skor rata-rata sebesar 69,3% dengan nilai cukup sedangkan pada siklus II  memperoleh skor rata-rata sebesar 80,3% dengan nilai baik. Disini dapat dilihat bahwa sebagian siswa sudah mengalami kemajuan dalam membuat mind map (peta pikiran).
Hasil pengamatan terhadap aktivitas guru pada siklus II (2×45 menit) dalam kegiatan belajar biologi yang berorientasi pada strategi belajar mind map menunjukkan bahwa aktivitas yang dilakukan guru sudah sesuai dengan RPP Siklus II. Guru sudah melaksanakan setiap tahap yang seharusnya dilaksanakan pada pembelajaran tersebut. Semua langkah dilaksanakan guru, hanya saja kenyataannya di lapangan bahwa kegiatan tersebut kurang dalam pengalokasian waktu pada saat membuat mind map kemudian menyajikan kedepan hasil mind map yang telah mereka buat. Pada dasarnya siswa membutuhkan banyak waktu untuk membuat mind map dan menyajikan hasil mind map yang telah mereka buat. Sehingga kurang efektif dalam pembelajaran yang telah direncanakan.
4.2.4. Refleksi
            Berdasarkan uraian  pada hasil pengamatan, terjadi peningkatan aktivitas individual siswa, membuat mind map meningkat dengan persentase sebesar 39,11%. Aktivitas mengajukan pertanyaan juga mengalami peningkatan dengan persentase sebesar 15,08%, di siklus II ini persentase menjawab pertanyaan sekitar 10,61% mengalami peningkatan dari siklus I sebesar 4,06%, untuk memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain juga mengalami peningkatan sebesar 2,16% dan untuk memberikan pendapat untuk pemecahan masalah mengalami peningkatan sebesar 2,72%. Aktivitas guru yang dilakukan pada proses pembelajaran sudah sesuai dengan RPP yang direncanakan. Hal ini menandakan bahwa guru melaksanakan dengan baik langkah-langkah pembelajaran sesuai prosedur.
4.2.5. Analisi Data Siklus II
Tingkat Penguasaan
            Berdasarkan hasil test pada lampiran yang dilakukan pada sampel penelitian diperoleh data hasil belajar siswa pada siklus II tentang materi ekosistem. Hasil perhitungan penentuan tingakat penguasaan siswa tersebut dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5. Tingkat Penguasaan Siswa Pada Siklus II
Tingkat penguasaan (%)
Kategori
Banyak Siswa
Persentase
90% - 100%
80% - 89%
65% - 79%
55% - 64%
0% - 54%
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
7 orang
16 orang
4 orang
3 orang
0 orang
23,33%
53,33%
13,33%
10%
0%
Total

30 orang
100%

Tingkat penguasaan siswa dikatakan tercapai apabila mencapai kriteria paling sedikit sedang. Dari tabel tersebut lebih banyak siswa yang tingkat penguasaannya Tinggi. Dengan demikian ketuntasan belajar siswa pada siklus II tercapai. Perbandingan tingkat penguasaan siswa selama KBM pada siklus I dan siklus II ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Perbandingan tingkat penguasaan siswa selama KBM pada siklus I dan siklus II
4.2.6 Respon Siswa
            Respon siswa digunakan untuk mengetahui pendapat siswa, ketertarikan, kemudahan memahami komponen-komponen suatu materi pelajaran, suasana belajar, cara guru mengajar dengan menggunakan strategi belajar mind map. Dilakukan dengan angket respon siswa yang diberikan pada siswa setelah seluruh KBM selesai dilaksanakan dengan menggunakan lembar angket siswa Lampiran 10 (Trianto, 2009). Hasil Respon Siswa dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6. Hasil Respon Siswa Terhadap Penerapan Peta Pikiran
No Pertanyaan
Respon Positif
Respon Negatif
Jumlah siswa
%
Jumlah siswa
%
1
27
90%
1
3,33%
2
18
60%
7
23,33%
3
26
86,67%
2
6,67%
4
22
73,33%
6
20%
5
28
93,33%
0
0%
6
28
93,33%
0
0%
7
13
43,33%
15
50%
8
27
90%
1
3,33%
9
24
80%
4
13,33%
10
27
90%
1
3,33%
Jumlah

799,99%

123,32%
Rata-rata

79,999%

12,332%
           
Dari hasil wawancara kelas VII Taman Pendidikan Islam Medan yang berjumlah 30 orang yang memberikan respon positif terhadap pembelajaran dengan strategi belajar mind map 79,999%, sedangkan yang memberikan respon negatif 12,332%. Pernyataan siswa yang memberi respon negatif terhadap strategi belajar mind map yaitu mereka cukup sulit untuk membuat simbol dan gambar-gambar terutama mereka yang merasa tidak mahir menggambar.
            Untuk siswa yang memberikan respon positif cukup menyenangi strategi belajar mind map. Menurut mereka cara mencatat dengan peta pikiran cukup menarik dan menyenangkan tidak seperti catatan biasa yang mereka buat selama ini. Selain itu peta pikiran mengekspresikan kreatifitas mereka dalam menggambar dan mewarnai sesuai dengan imajinasi mereka, sehingga dengan adanya warna-warna yang berbeda membuat mereka tertarik membacanya. Mereka juga akan menerapkan mind map ke pelajaran lainnya.      
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian
Dari data-data hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan adanya peningkatan yang cukup berarti sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini berarti bahwa strategi belajar mind map dapat meningkatkan aktivitas belajar.
Menurut siswa mind map cukup menarik dan menyenangkan tidak seperti catatan biasa yang mereka buat selama ini. Selain itu mind map mengekspresikan kreatifitas mereka dalam menggambar dan mewarnai sesuai dengan imajinasi mereka, karena dengan selembar kertas yang berisikan gambar, warna, dan simbol dapat mewakili suatu materi pelajaran yang cukup banyak sehingga lebih praktis dan mudah untuk dipahami. Pendapat guru bidang studi biologi juga diperoleh, dimana beliau menyatakan bahwa mind map ini sangat menarik dan cocok untuk dilaksanakan dalam pembelajaran khususnya pada siswa SMP, dan siswa SMP masih memiliki rasa ingin tahu yang cukup tinggi dikarenakan mereka masih baru tamat dari SD, sehingga mereka lebih antusias mengikuti pelajaran yang menggunakan gambar.
Disamping itu kunci keberhasilan pembelajaran di kelas terletak pada kemampuan profesional guru dalam mengelola pembelajaran. Meskipun tujuan pembelajaran dapat direncanakan bersama oleh guru dan siswa, namun pengelolaan pembelajaran lebih berpusat pada guru. Sistem perencanaan dan pengelolaan pembelajaran yang baik akan menjamin terjadinya proses belajar yang efektif  pada siswa. Pandangan ini didukung oleh  hasil penelitian Stalling dan rekan-rekannya dalam Simatupang (2003) menunjukkan bahwa guru yang mengorganisasikan kelasnya dengan baik, yang memungkinkan berlangsungnya pembelajaran yang berstruktur, menghasilkan rasio keterlibatan siswa yang lebih tinggi (time-task-ratio) dan hasil belajar yang lebih tinggi dari pada guru yang menggunakan pendekatan kurang formal dan kurang terstruktur.
Perencanaan dan pengelolaan pembelajaran yang baik oleh guru tentunya akan membantu guru untuk lebih mengarahkan aktivitas siswa. Melalui desain pembelajaran dengan menggunakan strategi mind map yang dapat dijadikan alternatif dalam pembelajaran biologi, khususnya pada sub materi pokok ekosistem. Dari hasil penelitian ini secara deskriptif telah menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran yang telah dirancang mampu mengaktifkan siswa dalam sebuah pembelajaran dan merangsang siswa untuk beraktivitas.
Pada umumnya, peta pikiran atau mind map sesuai untuk digunakan pada beberapa mata pelajaran. Seperti pemaparan Buzan (2002), sekitar tahun 1974, seorang siswa SMA yang kemampuannya biasa-biasa saja mendaftar di Cambridge Universty. Menurut gurunya peluang siswa tersebut untuk diterima di University terkenal itu sangat kecil karena rata-rata nilainya tidak istimewa yaitu C dan B. Namun dengan peta pikiran atau mind map, siswa tersebut memperoleh nilai A pada ujian umum, Cum Laude di Cambridge dan memperoleh posisi puncak di perusahaan Multi-Nasional.
Hasil penelitian menunjukan pada siklus I untuk aktivitas mengajukan pertanyaan sebesar 5,95%. Sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 15,08%. Pada siklus I aktivitas menjawab pertanyaan sebesar 6,55% dan pada siklus II meningkat menjadi 10,61%. Aktivitas memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain pada siklus I sebesar 1,19% dan pada siklus II meningkat menjadi 3,35%. Aktivitas memberikan pendapat untuk pemecahan masalah pada siklus I sebesar 1,19% dan pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 3,91%. Aktivitas berlatih membuat mind map pada siklus I sebesar 36,90 % dan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 39,11%. Pada siklus I aktivitas prilaku yang tidak sesuai dengan katagori diatas sebesar 48,21%, sedangkan pada siklus II mengalami penurunan menjadi 27,93%. Hasil penilaian Mind Map di siklus I menunjukkan persentase nilai 69,3% dengan nilai cukup. Sedangkan di Siklus II menunjukkan persentase nilai 80,3% dengan nilai baik meningkat sebesar 11% dari siklus I. Aktivitas yang rendah terjadi pada siklus I ini dikarenakan siswa sangat antusias berlatih membuat mind map sehingga mereka melakukan prilaku yang tidak sesuai dengan katagori, dimana prilaku ini berupa meminjam alat tulis, bertanya ke teman sebangku atau teman samping kanan kiri sehingga mengganggu teman. Hal ini menyebabkan mereka tidak fokus dan kurang menguasai materi pelajaran ekosistem sehingga mereka terlihat kurang aktif dalam menanggapi pertanyaan yang dilontarkan oleh guru dan hanya sedikit siswa yang mengajukan pertanyaan kepada guru dan aktivitasnya masih pasif. Untuk hasil penilaian mind map sebagian siswa masih kurang mengerti meletakkan topik ditengah dan cara membuat cabang, siswa masih membuat garis lurus bukan berupa cabang, dan berkreasi dalam pembuatan mind map masih rendah.
Maka pada siklus II diberikan perlakuan dan motivasi  untuk meningkatkan aktivitas siswa. Disini guru lebih memfokuskan memberi materi pelajaran dengan menggunakan teknik mind map secara skematis. Guru memfokuskan interaksi tanya jawab antara guru dan siswa, dan juga interaksi antara siswa dan siswa lainnya dengan melaksanakan persentasi yang oleh beberapa siswa untuk meningkatkan pemahaman. Sehingga siswa lebih antusias mendengarkan penjelasan guru dalam menerima pelajaran dan lebih aktif dalam menanggapi pertanyaan yang dilontarkan oleh guru atau siswa lainnya, dan tidak sedikit pula siswa yang menjawab secara serempak atau beramai-ramai saat guru melontarkan pertanyaan. Untuk peningkatan hasil mind map guru menjelaskan kriteria penilaian dari mind map, sehingga siswa termotivasi untuk mendapatkan nilai yang bagus dalam membuat mind map dan pada pelajaran sebelumnya guru memberitahukan siswa untuk membawa alat tulis lengakap dan referensi mengenai materi ekosistem. Hal ini menunjukkan, bahwa aktivitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru di siklus II sudah optimal sesuai RPP yang direncanakan. Semua langkah dilaksanakan guru, hanya saja kenyataannya di lapangan bahwa kegiatan tersebut kurang dalam pengalokasian waktu pada saat membuat mind map kemudian menyajikan kedepan hasil mind map yang telah dibuat siswa. Sehingga kurang efektif dalam pembelajaran yang telah direncanakan. Dan kendala lain pada waktu pengamatan langsung yang dilakukan oleh 2 observer, setiap observer mengamati 15 orang siswa dengan waktu untuk mengamati interval 5 menit secara bergantian sehingga kemungkinan aktivitas siswa yang diamati tidak dapat teramati secara terperinci setiap 5 menit sekali. Disamping jumlah siswa yang diamati banyak.
Penelitian terhadap aspek kognitif siswa yang menggunakan mind map, pernah diteliti oleh Wibowo (2006), hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan hasil belajar siswa pada materi pokok thermodinamika setelah dilakukan pembelajaran peta pikiran. Hal ini dapat dilihat dari persentase rata-rata perolehan nilai pada saat pretest sebesar 37% menjadi 64,85% pada saat postes I (sesudah siklus I dilaksanakan) dan meningkat menjadi 85,42% pada saat postes II (sesudah siklus II dilaksanakan). Ini mengalami peningkatan persentase perolehan nilai sebesar 48,42%. Begitu juga hasil observasi aktivitas siswa, pada siklus I rata-rata skor aktivitas mencapai 82,79% atau dikatakan dalam kategori baik dan pada siklus II diperoleh rata-rata skor dalam pembelajaran menggunakan mind map meningkat menjadi 91,50% yang termasuk kategori sangat baik dan menunjukkan siswa semakin aktif dalam mengikuti pelajaran. Dan penelitian ini diteliti juga oleh Haloho, menurut Haloho (2009), terdapat peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I diperoleh rata-rata nilai 66 dengan persentase 62,5% sedangkan di siklus II diperoleh nilai rata-rata 77 dengan persentase 87,5% meningkat sebesar 25% dari siklus I. Hasil penilaian mind map di siklus I menunjukkan persentase nilai 52,40% dengan katagori cukup, sedangkan pada siklus II menunjukan  persentase nilai 77,62% dengan katagori baik. Pada siklus II meningkat sebesar 23,32% dari siklus I
Berdasarkan hasil tersebut, penerapan strategi belajar mind map dapat menjadikan siswa aktif dalam pembelajaran, khususnya saat berlatih mind map. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan membuat mind map pada kegiatan pembelajaran menjadikan proses keterampilan belajar siswa menjadi terarah, karena siswa mudah mengingat konsep yang penting dari hasil membuat mind map. Hal ini menambah sistem memori bekerja secara aktif dalam mengingat dan memahami materi pelajaran khususnya materi ekosistem.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1.      Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa terjadi peningkatan dan penurunan tertentu karena disesuaikan dengan strategi belajar mind map melalui lembar keterampilan siswa yang menerapkan mind map. Aktivitas mengajukan pertanyaan meningkat  dari 5,95% menjadi 15,08%. Aktivitas menjawab pertanyaan meningkat dari 6,55% menjadi 10,61%. Aktivitas memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain meningkat sebesar 1,19% dari siklus I, menjadi 3,35%. Aktivitas memberikan pendapat untuk pemecahan masalah meningkat dari 1,19% menjadi 3,91%. Aktivitas berlatih mind map meningkat dari 36,90% menjadi 39,11%. Dan aktivitas prilaku yang tidak sesuai dengan mengalami penurunan dari 48,21% menjadi 27,93%.
2.      Hasil penilaian mind map yang dibuat siswa dalam pembelajaran ekosistem diperoleh: mind map pada siklus I skor rata-rata persentase nilai 69,3% dengan nilai cukup, dan mind map pada siklus II skor rata-rata persentase nilai 80,3% dengan nilai baik.
3.      Respon siswa terhadap pembelajaran dengan strategi belajar mind map sangat positif. Mereka sangat antusias menggunakan mind map, karena menurut mereka mind map ini menyenangan dan lebih efektif dari catatan biasa yang mereka buat selama ini.

5.2. Saran
            Berdasarkan hasil penelitian ini saya sebagai pelaku penelitian memberikan saran-saran sebagai berikut:
1.    Bagi siswa dapat menggunakan mind map di dalam pembelajaran sebagai salah satu keterampilan belajar yang efektif untuk meningkatkan kreatifitas dan hasil belajar.
2.    Bagi guru biologi khususnya dapat menerapkan strategi belajar mind map kepada setiap siswa untuk memecahkan pemahaman materi yang rendah.
3.    Bagi peneliti sendiri sebagai informasi dan masukan untuk menambah informasi dan pengetahuan mengenai penerapan mind map sebagai calon guru.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A., Widodo, Supriono, (2004), Psikologi Belajar, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Aqib, Z., (2006), Penelitan Tindakan Kelas, Penerbit Yrama Widya, Bandung.
Arikunto, S., (2002), Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Arikunto, S., Suhardjono, Supardi, (2009), Penelitian Tindakan Kelas, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Astutiamin, (2009), Meningkatkan Hasil Belajar dan Kreativitas Siswa melalui Pembelajaran Berbasis Peta Pikiran (Mind Mapping), http://astutiamin. wordpress.com/2009/11/26/meningkatkan-hasil-belajar-dan-kreativitas-siswa-melalui-pembelajaran-berbasis-peta-pikiran-mind-mapping/#more-30 (diakses 20 februari 2010)
Buzan, Tony., (2007), Buku Pintar Mind Map Untuk Anak, Penerbit P.T Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Buzan, Tony., (2002), The Power Of Creative Intelligence (Sepuluh Jadi Orang yang Jenius Kreatif), Penerbit P.T Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas egeri Medan, (2009), Buku Pedoman Penulisan Skripsi Mahasiswa dan Standar Operasional (SOP) Kepembimbingan Skripsi Program Studi Pendidikan, FMIPA UNIMED, Medan.
Haloho,           E., (2009), Penerapan Peta Pikiran Untuk Meningkatkan Hsil Belajar Siswa Pada Materi Pertumbuhan Dan Perkembangan Di Kelas VIII-B SMP Budi Insani Medan Tahun Pembelajaran 2009/2010, Skripsi, Medan: FMIPA UNIMED. Meda
Riyanto, Yatim., (2008), Paradigma Baru Pembelajaran, Penerbit Kencana Prenada    Media Group, Jakarta.
Muis, M.P., (2005), Bab II Kajian Pustaka Deskripsi Teoritis Kecerdasan, http:// www.damandiri.or.id/file/muismanikpsingarajabab2a.pdf ( diakses tangal 3 april)
Nur, M., (2000), Strategi-strategi Belajar, Penerbit Unversity Negeri Surabaya Press, Surabaya.

Rostikawati, T., (2008), Mind Mapping Dalam Metode Quantum Learning, http://pkab. wordpress. com/2008/04/03/petakan - pikiranmu - mindmap –virtual - earth/ (diakses pada 3 maret 2010)
Sanjaya, W., (2008), Strategi Pembelajaran, Penerbit Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Silberman, M., (2009), Active Learning (101 Cara Belajar Siswa Aktif), Penerbit Nusamedia, Bandung.
Simatupang, Z., (2003), Meningkatkan Keterampilan Belajar Siswa Melalui Implementasi Model Strategi-Strategi Belajar, Suara Pendidikan, Vol. 21, No.3, Universitas Negeri Medan, Medan.
Sudrajat. A., (2009), Pembelajaran Tuntas (Mastery-Learning) dalam KTSP, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/11/02/pembelajaran-tuntas-mastery-learning-dalam-ktsp/ (diakses pada tanggal 20 September 2010)
Suherman, E., (2009), Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Siswa, http://pkab.wordpress.com/2008/03/13/meningkatkan-ketuntasan-belajar-siswa-kelas-x/ (diakses pada tanggal 20 mare 2010).
Syamsudin, Abidin., Budiman, Nandang, (2007), Profesi Keguruan 2, Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta.
Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, Kencana: Jakarta.
Winarsih, Anni., dkk, (2008), IPA Terpadu untuk SMP/MTs Kelas VII, Penerbit Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.                      
Yamin, M., (2004), Pengembangan Kompetensi Pebelajar, Universitas Indonesia, Jakarta.